Tautan-tautan Akses

Kerusuhan di Penjara Ekuador, Tiga Tewas, Empat Terluka 


Anggota pasukan Angkatan Laut Ekuador memeriksa sebuah kapal dan barang bawaannya dalam patroli di Guayaquil, Ekuador, pada 28 Maret 2024. (Foto: Reuters/Santiago Arcos)
Anggota pasukan Angkatan Laut Ekuador memeriksa sebuah kapal dan barang bawaannya dalam patroli di Guayaquil, Ekuador, pada 28 Maret 2024. (Foto: Reuters/Santiago Arcos)

Setidaknya tiga narapidana tewas dan empat lainnya terluka, dalam aksi pemberontakan yang terjadi sepanjang malam di sebuah penjara di Ekuador, tempat di mana pimpinan geng paling ditakuti di negara itu melarikan diri pada Januari lalu, menurut pihak berwenang pada Kamis (28/3).

Kerusuhan tersebut menandai kekerasan di dalam penjara yang terbaru di Guayaquil – kota pelabuhan yang menjadi pusat ekspor kokain yang berbahaya ke negara-negara tetangga.

Victor Herrera, kepala polisi di Guayaquil, mengonfirmasi kepada para reporter pada Kamis, bahwa jumlah korban tewas narapidana meningkat menjadi tiga, sementara empat lainnya mengalami luka-luka.

Deputi Menteri Keamanan, Lyonel Calderon, mengatakan pada Kamis, bahwa situasinya “sepenuhnya berada di bawah kendali.” Sementara Presiden Ekuador, Daniel Noboa, mencuit pada Rabu (27/3) bahwa pasukan keamanan telah mencegah sebuah “kemungkinan peningkatan kekerasan.”

Kerusuhan pada hari Rabu itu adalah yang pertama sejak Noboa berkuasa pada November.

Reporter AFP mendengar letusan senjata dan melihat tembakan menyebar di dalam penjara, satu dari empat bangunan yang membentuk kompleks luas di Guayaquil.

Pada Kamis, sekitar 200 anggota keluarga narapidana membakar ban untuk memblokir lalu lintas di depan penjara, memprotes dugaan penanganan yang salah terhadap narapidana oleh pihak militer – yang disebut sebagai penyebab dari kerusuhan itu.

Pada Januari, penjara di wilayah itu menjadi pusat perhatian setelah Adolfo “Fito” Macias, pemimpin dari salah satu geng paling kuat di negara itu, melarikan diri dari penjara. Dia masih menjadi buronan hingga saat ini.

Setelah peristiwa kaburnya Macias, Presiden Noboa menetapkan status darurat negara – yang diperpanjang hingga April – dan mendeklarasikan perang terhadap geng-geng yang telah mengobrak-abrik negara itu.

Para pengedar narkoba membalas tindakan pemerintah dalam gelombang kekerasan yang menyebabkan lusinan penculikan dan menewaskan sekitar 20 orang.

Pemerintah telah mengerahkan tentara untuk mengambil alih kendali penjara-penjara di negara itu, yang kemudian menjadi pusat ketegangan – dan medan pertempuran – bagi geng-geng yang terkait dengan kartel Meksiko dan Kolombia.

Sejak 2021, lebih dari 460 narapidana terbunuh dalam perang geng yang brutal di dalam penjara.

Pernah dikenal sebagai benteng yang damai di Amerika Latin, Ekuador terjerumus ke dalam krisis akibat menjamurnya keberadaan kartel internasional yang menggunakan pelabuhan-pelabuhan di negara itu untuk mengapalkan narkoba ke Amerika Serikat dan Eropa.

Calderon mengatakan, peningkatan kekerasan belakangan ini adalah bagian dari sebuah upaya untuk “mendestabilkan” negara menjelang referendum pada 21 April mendatang, yang akan menentukan apakah negara itu akan menerapkan langkah-langkah yang lebih keras dalam menghadapi tindak kejahatan.

Langkah-langkah itu termasuk kemungkinan untuk mengerahkan militer guna mendukung polisi di luar status darurat negara, memperbolehkan ekstradisi warga Ekuador yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi, dan peningkatan hukuman untuk terorisme dan penyelundupan narkoba. [ns/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG