Tautan-tautan Akses

Kelompok HAM Serukan Tindakan untuk Akhiri Kekerasan di Burma


Dua orang warga membawa material dari bangunan yang hancur pasca bentrokan antar Muslim Rohingya dan pemeluk agama Budha, Rakhine di Sittwe, ibukota negara bagian Rakhine, Burma (Foto: dok). Kelompok HAM menyerukan tindakan untuk mengakhiri kekerasan di wilayah ini.
Dua orang warga membawa material dari bangunan yang hancur pasca bentrokan antar Muslim Rohingya dan pemeluk agama Budha, Rakhine di Sittwe, ibukota negara bagian Rakhine, Burma (Foto: dok). Kelompok HAM menyerukan tindakan untuk mengakhiri kekerasan di wilayah ini.

Human Rights Watch merilis foto-foto satelit yang menunjukkan sebuah daerah yang hancur di Rohingya, lokasi terjadinya kekerasan etnis di Burma.

Burma barat mulai tampak tenang, Sabtu (27/10), setelah hampir seminggu terjadi pertentangan etnis yang mematikan. Demikian kata jurubicara pemerintah Burma. Sementara itu kelompok-kelompok HAM menyerukan tindakan guna mengakhiri kekerasan. Katanya kekerasan ini telah didokumentasikan dengan pemotretan satelit.

Jurubicara negara bagian Rakhine Win Myaing mengatkaan tidak ada laporan terjadinya bentrokan baru antara warga Rakhine yang Budha dan warga Muslim Rohingya.

Televisi pemerintah melaporkan Jumat malam bahwa 67 orang tewas, 95 cedera dan 2818 rumah dibakar dari Minggu hingga Kamis di tujuh desa negara bagian itu. Win Myaing sebelumnya mengatakan korban tewas sebanyak 112, tetapi kemudian menjelaskan ada salah perhitungan.

Amnesty International dan Human Rights Watch menerbitkan pernyataan terpisah yang menyerukan tindakan pemerintah lebih banyak untuk melindungi nyawa. Human Rights Watch merilis foto-foto satelit yang menunjukkan penghancuran yang luas di sebuah daerah Rohingya dimana kekerasan dilaporkan terjadi.

Insiden-insiden antara Rohingya yang Muslim dan Rakhine yang Budha menunjukkan betapa mendesaknya diperlukan tindakan penguasa untuk turun tangan dan melindungi semua warganya serta mematahkan daur diskriminasi dan kekerasan. Demikian dinyatakan oleh deputi direktur Amnesty International untuk Asia Pasifik, Isabelle Arradon.

Recommended

XS
SM
MD
LG