Tautan-tautan Akses

Kandidat Presiden AS Debatkan Kebijakan Luar Negeri


Kandidat presiden dari Partai Republik Mitt Romney dan Presiden AS Barack Obama dalam debat di Universitas Lynn, Boca Raton, Florida. (AP/Pool-Win McNamee)
Kandidat presiden dari Partai Republik Mitt Romney dan Presiden AS Barack Obama dalam debat di Universitas Lynn, Boca Raton, Florida. (AP/Pool-Win McNamee)

Dalam debat ketiga atau terakhir, kedua kandidat presiden AS memperlihatkan perbedaan dalam isu kebijakan luar negeri.

Presiden AS Barack Obama dan penantangnya dari Partai Republik, saling melempar serangan politik dalam debat presidensial ketiga dan terakhir pada Senin (22/10), atau Selasa pagi waktu Indonesia.

Presiden Obama mencerca opini Romney mengenai kebijakan luar negeri, dengan mengatakan semuanya “salah.”

Mantan gubernur Massachusetts tersebut membela diri dengan mengatakan bahwa mengkritik dirinya bukanlah agenda untuk menghentikan kekerasan di Timur Tengah.

Romney mengecam kebijakan luar negeri Obama di wilayah itu, dengan mengatakan bahwa ia melihat “kemunduran yang cukup dramatis dari apa yang kita harapkan ada di sana.”

"Saya ucapkan selamat karena telah menyingkirkan Osama bin Laden dan mengejar kepemimpinan al-Qaida, namun kita tidak dapat mengatasi kekacauan ini. Kita harus melaksanakan strategi yang sangat komprehensif dan kuat untuk membantu dunia Islam dan negara-negara lain menolak ekstremisme radikal yang penuh kekerasan,” ujarnya.

Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat telah bekerja keras dengan para sekutu untuk membawa perdamaian dan demokrasi ke wilayah Timur Tengah, dengan menunjuk Libya sebagai contoh.

“Tanpa menyimpan pasukan di lapangan, dengan biaya kurang dari dua minggu perang di Irak, membebaskan sebuah negara yang dikuasai diktator selama 40 tahun, penjahat yang telah membunuh orang-orang Amerika, dan meski ada tragedi, kita lihat puluhan ribu warga Libya setelah peristiwa di Benghazi berbaris dan berkata, ‘Amerika adalah kawan kita. Kita berdiri bersama mereka’,” ujarnya.

Untuk isu Iran, Obama mengatakan pemerintahannya telah menunjukkan “kekuatan” dengan memberlakukan “sanksi terberat dan paling melumpuhkan yang pernah ada” untuk republik Islami tersebut.

Romney mengatakan bahwa “tinggal empat tahun lagi dunia akan menghadapi nuklir dari Iran,” sambil menambahkan bahwa para pemimpin Iran “melihat kelemahan saat mereka berharap melihat kekuatan Amerika.”

Romney menyebut program nuklir Iran sebagai ancaman terbesar untuk Amerika Serikat.

Obama menyatakan bahwa ancaman terbesar adalah jaringan teroris, karena itu “kita harus terus waspada.”

Romney juga menentang proposal anggaran militer Obama, menyebutnya “tidak dapat diterima” karena anggaran Angkatan Udara paling kecil dari yang pernah ada sejak didirikan pada 1947 dan Angkatan Laut mendapat anggaran terkecil sejak 1917.

"Menurut saya tanggung jawab tertinggi dari presiden AS adalah untuk melindungi keselamatan warga Amerika. Dan saya tidak akan memotong anggaran militer sebanyak US$1 triliun. Menurut saya itu akan membuat masa depan kita menjadi kurang jelas dan kurang aman,” ujar Romney.

Obama membalasnya dengan mengatakan bahwa anggaran militer tidak akan “mengurangi” pengeluaran, hanya “mempertahankannya.” Ia menuduh penantangnya itu mengikuti kebijakan usang di masa lalu.

“Anda menyebut Angkatan Laut, misalnya, dan mengatakan bahwa kita memiliki lebih sedikit kapal dibandingkan 1916. Gubernur, kita juga memiliki lebih sedikit kuda dan bayonet karena kondisi militer kita memang sudah berubah,” ujarnya.

Mengenai Pakistan, Obama membela serangan untuk mendapatkan Osama bin Laden. Ia mengatakan bahwa pasukan AS tidak akan berhasil mendapatkan pemimpin teroris tersebut jika tidak meminta ijin untuk memburunya. Ia mengatakan bahwa pembunuhan bin Laden memberi penutupan bagi warga Amerika yang kehilangan orang-orang terkasih mereka pada serangan teror 11 September 2001.

Romney mengatakan ia tidak menyalahkan pemerintahan Obama atas kerenggangan hubungan dengan Pakistan karena memburu bin Laden merupakan “hal yang benar.” Namun ia mengatkaan Amerika Serikat “tidak dapat pergi begitu saja” dari sebuah negara yang memiliki 100 senjata nuklir, dan harus bekerja sama dengan orang-orang di Pakistan untuk “membantu bergerak ke arah situasi yang lebih bertanggung jawab dibandingkan yang sekarang ini.”

Selama beberapa bulan dalam kampanye panjang yang mengarah pada pemilihan umum 6 November, para pemilih yang disurvei lebih condong mendukung inkumben dari Partai Demokrat daripada Romney dalam hal kebijakan luar negeri.

Para pemilih menyetujui penggerebekan yang dilakukan Obama di Pakistan pada 2011 yang menewaskan Osama bin Laden, otak di belakang serangan teroris 2001 di AS.

Namun, survei-survei terbaru menunjukkan kans Romney cukup dekat dengan Presiden Obama dalam masalah luar negeri. Ia telah menuduh pemerintahan Obama karena keamanan yang kurang sehingga terjadi serangan terhadap konsulat Amerika di Benghazi, Libya, pada 11 September, yang menewaskan empat diplomat AS. Ia juga mengkritik klaim pemerintahan Obama bahwa serangan di Benghazi tersebut adalah akibat protes atas video anti Islam yang dibuat di AS.

Keahlian kandidat Partai Republik tersebut dalam masalah luar negeri terbatas pada kesepakatan bisnis luar negeri yang ia lakukan selama karirnya yang panjang sebagai kapitalis usaha.

Dua minggu sebelum pemilihan umum, beberapa survei menunjukkan bahwa kedua kandidat sama kuatnya. Jajak pendapat terbaru NBC News/Wall Street Journal menunjukkan bahwa masing-masing kandidat memiliki 47 persen dukungan dari para pemilih.
XS
SM
MD
LG