Tautan-tautan Akses

DPR akan Ajukan Interpelasi Terkait Pengetatan Remisi bagi Koruptor


Peneliti ICW, Donal Fariz menilai penggunaan hak interpelasi sebagai upaya politisi di DPR membantu rekannya yang menjalani proses hukum kasus korupsi.
Peneliti ICW, Donal Fariz menilai penggunaan hak interpelasi sebagai upaya politisi di DPR membantu rekannya yang menjalani proses hukum kasus korupsi.

Dewan Perwakilan Rakyat berencana akan mengajukan hak interpelasi atau meminta keterangan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebijakan pengetatan remisi bagi koruptor yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Delapan dari sembilan fraksi di DPR saat ini telah menyetujui penggunaan hak interpelasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sehubungan dengan kebijakan pengetatan remisi untuk koruptor yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu.

Delapan fraksi tersebut adalah Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Anggota Fraksi Partai Golkar yang merupakan salah satu inisiator hak interpelasi ini, Bambang Soesatyo mengungkapkan DPR terpaksa menggunakan hak interpelasi karena Menteri Hukum dan HAM tidak dapat menjelaskan kejanggalan landasan hukum dalam kebijakan pengetatan remisi tersebut.

Menurutnya, remisi atau pengurangan hukuman merupakan hak narapidana yang telah diatur dalam Undang-undang. Bambang menolak jika langkah ini dalam rangka membela koruptor.

Kebijakan pengetatan tersebut menurut Bambang diberlakukan pertama kali hanya melalui perintah lisan Wakil Menteri Hukum dan HAM kepada Direktur Jenderal Pemasyarakat dan bukan melalui Keputusan Menteri.

Hal tersebut menurut Bambang sangat menyalahi aturan yang ada.
"DPR terpaksa lakukan untuk meminta keterangan presiden apakah presiden mengetahui kebijakan menterinya ini. Apakah presiden dilaporkan, lalu apakah presiden setuju. Apapun jawaban presiden ini akan menjadi catatan bagi bagi dewan tau DPR untuk kita mengambil kesimpulan. Karena berdasarkan fakta-fakta yang kita temukan, ini ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan menteri dan wakilnya dalam memutuskan sepihak soal aturan yang sudah diatur oleh Undang-undang tentang pemasyarakatan," ungkap Bambang Soesatyo.

Peneliti Hukum dari Indonesia Corruption Watch , Donal Fariz menilai penggunaan hak interpelasi DPR hanya merupakan upaya politisi di DPR untuk membantu rekannya yang sedang menjalani proses hukum saat ini karena kasus korupsi.

Donal Fariz mengutarakan, "Esensi dari hak interpelasi itu kan mempertanyakan kebijakan pemerintah yang berdampak luas bagi kepentingan publik. Nah saya tidak melihat ada kepentingan publik di dalam hak interpelasi ini. Justru DPR seolah-olah ingin kepentingan-kepentingan para koruptor yang kemudian tidak bisa dengan seenaknya cepat menghabiskan masa tahanan dan hukumannya karena remisi atau pembebasan bersyarat."

Selanjutnya, Donal Fariz menyatakan bahwa interpelasi DPR soal kebijakan pengetatan remisi untuk koruptor seharusnya tidak perlu dilakukan.

"Kalau memang peritah memiliki kekeliruan didalam berikan produk hukum yang tepat untuk menghentikan remisi tersebut. Memang diperlukan momentum untuk mengkoreksi bersama tetapi saya pikir tidak perlu masuk pada forum interpelasi," ujar Donal Fariz.

Ketika kebijakan pengetatan pemberian remisi untuk para koruptor diterapkan terdapat 102 orang koruptor yang sebelumnya telah menerima surat remisi dan pembebasan bersyarat langsung dibatalkan.

Para koruptor yang terkena pembatalan remisi antara lain, politikus Partai Golkar yang juga Mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Paskah Suzetta, anggota Komisi Hukum DPR dari PDI Perjuangan, Panda Nababan dan Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan yang juga Mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah.

XS
SM
MD
LG