Warga Muslim AS Harus Berkiprah Positif untuk Tepis Stereotip Pasca 9/11

  • Ninie G. Syarikin

Tentara AL Amerika keturunan Lebanon, Alm. Michael A. Monsoor (foto: dok) yang mendapat Medali Penghargaan Kongres AS secara anumerta karena pengorbanannya. Monsoor akan diabadikan sebagai nama kapal perusak AS, USS Monsoor.

Sejak tragedi 11 September 2001, lebih dari 1.300 kasus ungkapan kebencian dan diskriminasi dialami warga AS keturunan Arab dan Muslim. Namun, pengacara hak sipil AS dan penulis Alia Malek menyatakan, kehadiran kedua golongan penduduk ini sudah berakar lama di negeri ini, dan telah memberikan sumbangan yang tak ternilai, seperti kelompok etnis lainnya di AS.

Orang-orang Arab, baik yang beragama Kristen maupun Islam, mulai berimigrasi ke AS pada akhir abad ke-18. Namun, acapkali kisah kehidupan mereka tak terdengar nyaring dalam percakapan bangsa, kecuali misalnya pada saat terjadi tragedi 11 September 2001 dan tragedi pangkalan militer Fort Hood, 5 November 2009.

Sarjana hukum Alia Malek, warga Amerika keturunan Suriah ini, menceritakan pengalamannya. “Pada hari peristiwa 11 September terjadi, salah seorang sahabat dan kolega saya, yang adalah warga Amerika-India, sedang berjalan, dan saya ingat mata orang-orang menatapnya, yang mereka pikir adalah orang Arab. Saya justru hanya diduga, saya rasa, seperti warga Amerika-Italia atau lainnya. Begitu menurut persepsi orang-orang,” demikian kenang Alia.

Penilaian stereotip berdasarkan asumsi dan persepsi ini, menurut Alia, dapat menyesatkan. Sebagai contoh, penembakan yang dilakukan oleh Mayor Nidal Malik Hasan di pangkalan militer Fort Hood pada tanggal 5 November, 2009, yang mengakibatkan 13 tentara tewas dan sekitar 30 lainnya cedera, menutupi jasa besar yang telah disumbangkan oleh tak terhitung tentara Amerika keturunan Arab atau tentara Muslim lainnya.

Misalnya, tentara Angkatan Laut Michael Anthony Monsoor, warga Amerika keturunan Lebanon yang sengaja menerpa lemparan granat pemberontak dengan dadanya di Irak pada tanggal 29 September, 2006, demi melindungi tiga rekan seregunya. Monsoor tewas setengah jam kemudian, karena seluruh badannya menyerap ledakan granat itu, sementara ketiga rekannya selamat.

Karena pengorbanannya yang tinggi ini, Monsoor dianugerahi Congressional Medal of Honor atau Medali Penghargaan Kongres secara anumerta. Nama harumnya ini akan diabadikan sebagai nama sebuah kapal perusak Amerika “USS Michael Monsoor” yang rencananya akan diluncurkan pada tahun 2015.

Apa yang harus dilakukan warga Amerika-Arab dan Amerika Muslim agar dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan warga negara AS lainnya?

Malek, yang menerima gelar sarjana hukum dari Universitas Georgetown, Washington, DC ini, menyarankan: "Saya pikir, kita harus menonjol. Buat agar kehadiran dan sejarah kita diketahui umum, dan aktiflah sebagai warga negara Amerika. Maksud saya,” tandasnya lagi, “sebagai warga negara, kita harus ikut pemilu, terjun dalam kancah politik, giat dalam seni, rajin berkiprah di bidang ekonomi; benar-benar aktif dan menonjol,” demikian Malek.

Bagaimana lanskap profesi warga Amerika-Arab secara umum? Alia Malek mengutarakan: “Saya pikir, warga Amerika-Arab, seperti juga warga etnis Amerika lainnya, cenderung memilih karir profesional yang jelas, seperti dokter atau insinyur atau meneruskan bisnis keluarga, dikarenakan terdapat penekanan yang kuat terhadap rasa aman secara financial dalam komunitas Arab.”

Pengacara muda berusia 37 tahun kelahiran Baltimore, Maryland ini, lahir dari pasangan suami-isteri imigran dari Suriah. Mengambil keputusan untuk berkarir sebagai penulis, Alia Malek kembali ke bangku kuliah di Universitas Columbia, New York, dan menggondol gelar Master di bidang jurnalisme. Sejak itu, dia telah melahirkan sebuah buku berjudul "A Country Called Amreeka: Arab Roots, American Stories," yang berarti "Sebuah Negeri Bernama Amreeka: Berakar Arab, Berkisah Amerika," yang memaparkan potret kehidupan warga Amerika keturunan Arab di Amerika Serikat.