Wakil Ketua DPR Irak Dapat Mandat Bentuk Pemerintahan Baru

Wakil ketua parlemen Irak, Haider al-Abadi memberikan keterangan pers setelah sidang parlemen di Baghdad (foto: dok).

Presiden Irak hari Senin (11/8) meminta wakil ketua parlemen, Haider al-Abadi untuk membentuk pemerintahan baru.

Presiden Irak Fouad Massoum telah meminta wakil ketua parlemen Haider al-Abadi untuk membentuk pemerintahan baru sementara negara itu berperang melawan militan Negara Islam.

Al-Abadi dinominasikan Senin (11/8) untuk jabatan itu oleh blok utama Syiah Irak, Aliansi Nasional.

Langkah itu diambil sementara Perdana Menteri Nouri al-Maliki berusaha untuk tetap menjabat, menentang seruan dari fraksi Sunni, Kurdi dan sebagian rekannya dari Syi'ah agar ia memberikan kesempatan bagi tokoh yang tidak terlalu menimbulkan perpecahan.

Al-Abadi adalah seorang insinyur elektronik bergelar doktor dari University of Manchester di Inggris.

Sebelumnya, hari Senin, pengadilan tertinggi Irak memutuskan blok Perdana Menteri Nouri al-Maliki adalah yang terbesar di parlemen. Maliki telah mengatakan akan mengajukan gugatan terhadap Presiden Massoum karena tidak berhasil menominasikan seorang perdana menteri baru sebelum tenggat hari Minggu.

Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan pembentukan pemerintah penting bagi stabilitas Irak dan mendesak Maliki agar tidak memperkeruh situasi.

Menteri Pertahanan Amerika Chuck Hagel mengatakan serangan-serangan udara Amerika selama tiga hari terhadap militan ISIS di Irak utara terbukti “sangat efektif.”

Dalam kunjungan hari Senin di Australia, Hagel mengatakan Amerika akan mempertimbangkan permintaan lebih jauh oleh pemerintah Irak.

Hagel mengatakan Australia, Inggris dan Perancis ikut bersama Amerika menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi ribuan umat Kristen, Yazidi dan kelompok-kelompok minoritas lain yang terperangkap di kawasan itu, banyak di antaranya berada di puncak Gunung Sinjar.

Badan Pembangunan Internasional Amerika hari Senin mengatakan pihaknya mengirim Tim Bantuan Tanggap Darurat ke Irak guna mempercepat mengalirnya bantuan yang sangat diperlukan bagi mereka yang terjebak dalam kekerasan.

Minggu malam, Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan telah menarik sementara sejumlah staf dari konsulat Amerika di Irbil.