Utusan PBB: Penyiksaan ISIS terhadap Perempuan Memilukan

  • Margaret Besheer

Zainab Hawa Bangura, Perwakilan Khusus PBB Urusan Kekerasan Seksual dalam Konflik (tengah).

Perjalanannya baru-baru ini ke Timur Tengah untuk bertemu dengan para pengungsi dan penyintas kekerasan oleh ISIS membuat utusan PBB ini meneteskan air mata.

Perwakilan Khusus PBB Urusan Kekerasan Seksual dalam Konflik, Zainab Hawa Bangura, mengatakan penderitaan para perempuan, dewasa dan anak-anak, terutama dari kelompok minoritas Yazidi, sangat memilukan.

"Salah satu hal pertama yang saya sadari dalam perjalanan itu adalah bahwa ini perang yang mengorbankan perempuan dan anak-anak," ujarnya kepada VOA.

Ia menerima laporan mengenai perempuan dan gadis-gadis cilik yang memilih menggantung diri menggunakan jilbab mereka, daripada harus menanggung diperkosa berkali-kali. Ada pula yang bunuh diri dengan menyilet pergelangan tangan mereka, sementara seorang perempuan lainnya menelan racun.

Ia mengatakan ISIS telah menjadi perempuan obyek kekerasan seksual, perbudakan, pernikahan paksa dan berbagai bentuk penganiayaan lainnya. "ISIS telah menjadikan isu kekerasan seksual dan kebrutalan terhadap perempuan sebagai institusi," kata Bangura. "Mereka telah menjadikannya tujuan strategis kunci dari kampanye meraka. Ini sudah menjadi bagian dari ekonomi politik perang."

Bangura, putri seorang ulama dari Sierra Leone, mengatakan yang diajarkan ISIS bukanlah Islam. "Ini bukan tentang membangun Islam. Bagaimana Anda dapat membangun sesuatu dari penghancuran terhadap sesama manusia?"

Di Irak dan Suriah, tentara ISIS menjual perempuan yang mereka tangkap, di pasar terbuka. Bangura mengatakan mereka mendirikan tempat-tempat untuk menjual para perempuan, terutama perempuan Yazidi, yang sebelumnya diperiksa oleh para tentara tersebut apakah mereka masih perawan, sebelum kemudian dijual.

Kekerasan yang tak terbayangkan

Tapi ia mengatakan penyiksaan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh kelompok militan ISIS. "Hampir semua kelompok ekstremis Islam telah melakuan kekerasan seksual," katanya, demikian pula dengan unit-unit militer dan intelijen pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Ia berkesempatan mengunjungi sebuah penjara di Suriah yang menurutnya menyerupai ruang gelap bawah tanah, tanpa jendela. Ia khawatir karena penjaga penjaranya laki-laki sementara para tahanan adalah perempuan - menjadikan mereka rentan terhadap penganiayaan.

Isu lainnya yang diangkat oleh Bangura adalah penyelundupan pengungsi yang berlangsung di Yordania, Lebanon dan Turki. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Kebanyakan di antara mereka tidak mendapat perlindungan dari kerabat laki-laki karena mereka telah tewas atau turut berperang. Kebanyakan dari perempuan ini tidak pernah bekerja di luar rumah.

"Sindikat kejahatan global sudah sampai di negara-negara itu," katanya. "Ia meminta negara-negara penampung untuk berupaya menghentikan penyelundupan para pengungsi.

Ia mengatakan ISIS dan para pelaku penganiayaan lainnya pada akhirnya akan dihadapkan pada keadilan. "Saya akan memperjuangkannya, bila perlu hingga saya menghela napas terakhir.