Lembaga pengungsi PBB mengatakan pihaknya menyesalkan keputusan Israel membatalkan kesepakatan untuk memukimkan kembali ribuan pencari suaka Eritrea dan Sudan, tetapi tetap berharap akan menemukan solusi .
Ada sekitar 39.000 pencari suaka Eritrea dan Sudan di Israel, sebagian besar dari mereka tinggal di lingkungan miskin Tel Aviv.
Hari Senin, Israel dan badan pengungsi PBB mengumumkan perjanjian untuk mengirim sebagian pengungsi ke negara-negara Barat sementara mengizinkan sisanya tetap tinggal di Israel dengan visa sementara dan mencari pekerjaan.
Ini menimbulkan protes dari sekutu sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang menganggap warga Afrika itu imigran gelap. Netanyahu membatalkan perjanjian itu keesokan harinya.
Sebelumnya, Israel mengatakan akan memberi para pengungsi itu pilihan: menerima relokasi ke negara-negara Afrika atau menghadapi perpanjangan waktu di penjara. Beberapa LSM menentang gagasan itu dan mengajukan kasus itu ke Mahkamah Agung Israel, yang memutuskan mendukung para pengungsi dan membekukan kebijakan tersebut.
Juru bicara badan pengungsi PBB William Spindler mengatakan belum diketahui apa yang terjadi selanjutnya.
“Jadi, kita kembali ke nol lagi. Kebijakan kontroversial yang mengirim orang-orang ini ke negara-negara di Afrika telah dibekukan MA di Israel dan negara-negara yang seharusnya menerima mereka menolak menjadi bagian dari perjanjian ini,” ujar Spindler.
Spindler mengatakan tawaran UNHCR untuk bekerja sama dengan pemerintah Israel masih berlaku.
Ia mengatakan perjanjian yang dibatalkan minggu ini akan memberikan solusi bagi orang Afrika yang membutuhkan perlindungan dari perang dan penganiayaan. Pada saat yang sama, ia mengatakan itu akan mengatasi kekhawatiran masyarakat Israel setempat yang menampung mereka.
Spindler mengatakan kebijakan mengirim pengungsi ke Afrika - kabarnya ke Uganda dan Rwanda - dikecam luas karena itu bukan demi kepentingan terbaik para pengungsi.
“Begitu para pengungsi tiba di sana, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa kecil kemungkinan untuk berintegrasi. Banyak diantara mereka tidak merasa aman di sana dan kemudian mereka melanjutkan rute panjang berbahaya, kembali mempertaruhkan hidup mereka karena banyak yang mengalami cobaan berat sebelum mereka tiba di Israel. Jadi, mereka akan pindah lagi," imbuhnya.
Namun, Spindler mengatakan situasi saat ini tidak bisa dipertahankan dan pada akhirnya Israel dan UNHCR harus menemukan jalan keluar dari kebuntuan ini. [my/jm]