Tanggapi Protes, China Semakin Longgarkan Aturan COVID

Seorang pria berjalan-jalan dengan anjingnya melewati tempat tes COVID di Beijing, Jumat, 2 Desember 2022. Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lain dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu.(AP/Ng Han Guan)

Kota-kota di berbagai penjuru China semakin melonggarkan pembatasan terkait pandemi COVID-19 hari Jumat, dengan melonggarkan peraturan tes dan karantina setelah protes nasional yang menyerukan diakhirinya lockdown dan kebebasan politik yang lebih besar.

Kemarahan dan frustrasi atas respons keras pemerintah terhadap pandemi diluapkan ke jalan-jalan akhir pekan lalu dalam demonstrasi meluas yang tidak terlihat dalam beberapa dekade ini.

Tidak lama setelah kerusuhan di berbagai penjuru China, sejumlah kota mulai melonggarkan restriksi COVID, seperti meninggalkan ketentuan tes massal harian berdasarkan kebijakan nol-COVID Beijing yang ketat, yang merepotkan kehidupan sehari-hari warga.

Pada saat bersamaan, pihak berwenang terus berupaya membendung protes dengan pengamanan kuat di jalan-jalan, penyensoran di Internet dengan kekuatan penuh, dan peningkatan pengawasan terhadap warga.

Hingga Jumat (2/12), kota metropolitan Chengdu, China Barat Daya, tidak lagi mewajibkan hasil tes negatif terbaru untuk memasuki tempat-tempat umum atau naik kendaraan umum, malah hanya memberlakukan kode kesehatan hijau yang mengukuhkan bahwa mereka tidak bepergian ke daerah “berisiko tinggi.”

Orang-orang berjalan di seberang jalan di distrik Haizhu, kota Guangzhou, provinsi Guangdong selatan China, setelah pelonggaran pembatasan COVID-19 di kota tersebut, 30 November 2022. (Foto oleh CNS / AFP)

Di Beijing, otoritas kesehatan hari Kamis (1/12) meminta rumah sakit untuk tidak menolak perawatan bagi orang-orang yang tidak membawa hasil tes PCR negatif yang diambil dalam 48 jam.

Pada Januari lalu, seorang perempuan hamil di kota Xi’an keguguran setelah ditolak masuk rumah sakit karena tidak membawa hasil tes PCR.

China telah melihat serangkaian kematian akibat pengobatan yang tertunda karena pembatasan COVID, termasuk kematian bayi berusia empat bulan baru-baru yang terjebak dalam karantina bersama ayahnya.

Kasus-kasus semacam itu menjadi sorotan selama protes, dengan postingan viral yang memuat nama-nama mereka yang meninggal karena dugaan kelalaian terkait respons pandemi.

Banyak kota lainnya yang mengalami wabah virus itu kini mengizinkan restoran, pusat perbelanjaan dan bahkan sekolah untuk buka kembali, jelas-jelas meninggalkan aturan lockdown sebelumnya yang ketat.

Di Urumqi, China Barat Laut, di mana kebakaran menewaskan sepuluh orang memicu protes menentang lockdown, pihak berwenang Jumat mengumumkan bahwa pasar swalayan, hotel, restoran dan resor ski akan dibuka secara bertahap.
Kota berpenduduk empat juta lebih itu mengalami lockdown terlama di China, dengan beberapa daerah ditutup pada awal Agustus lalu.

Warga berbelanja di supermarket di distrik Haizhu, kota Guangzhou, provinsi Guangdong selatan China, menyusul pelonggaran pembatasan COVID-19 di kota tersebut, 30 November 2022.(Foto oleh CNS / AFP)

Analisis yang dimuat harian pemerintah People’s Daily hari Jumat (2/12) mengutip sejumlah pakar kesehatan yang mendukung langkah pemerintah untuk mengizinkan kasus positif dikarantinakan di rumah.

Pergeseran ini menandai perubahan dari peraturan yang berlaku sekarang, yang mewajibkan mereka yang positif COVID untuk dikarantinakan di fasilitas-fasilitas pemerintah.

Pusat manufaktur di bagian selatan, Dongguan, Kamis mengatakan mereka yang memenuhi “kondisi tertentu” harus diizinkan menjalani karantina di rumah. Tidak dirinci apa saja kondisi tersebut.

Pusat teknologi di bagian selatan, Shenzhen, menggulirkan kebijakan serupa hari Rabu. [uh/ab]