Sosiolog Ingatkan Pemerintah Antisipasi Masalah Sosial Terkait Pemindahan IKN

  • Petrus Riski

Presiden didampingi oleh Menhan Prabowo Subianto (kanan) dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono ketika meninjau akses sodetan jalan menuju IKN. (dok. Biro Setpres)

Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APSSI) merilis hasil survei terkait pemindahan ibu kota negara (IKN). Hasil survei menyebutkan ada banyak pemasalahan sosial yang dapat muncul di lokasi IKN, bila pemerintah tak segera melakukan antisipasi dalam kebijakannya terkait masalah-masalah sosial.

Dalam survei yang dilakukan Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APSSI), mulai awal Mei 2022 lalu, pemindahan ibu kota negara (IKN) mendapat dukungan sebagian besar responden. Dukungan itu terkait dengan sudah tidak layaknya Jakarta sebagai ibu kota negara, serta untuk pemerataan ekonomi nasional dan demi persatuan bangsa. Namun, hal negatif dari pemindahan IKN juga perlu diperhatikan, seperti besarnya anggaran, kerusakan lingkungan, tergusurnya masyarakat lokal, hingga kurangnya kemampuan respon masyarakat lokal.

Ketua Bidang Publikasi APSSI, yang juga dosen Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya, Novri Susan, melihat banyak aspek sosial yang harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah, berdasarkan hasil survei persepsi masyarakat atas pemindahan IKN. Aspek sosial itu berkaitan dengan jaminan peluang kerja masyarakat lokal yang menjadi prioritas, penerimaan masyarakat lokal terhadap pendatang, hingga kurang dilibatkannya ilmuwan sosial dalam desain kebijakan yang berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, dan budaya.

“Kalau kita lihat antara hal positif dan hal negatif terkait dengan pemindahan IKN, hal negatif kok lebih besar. Nah ini harus menjadi perhatian dan perbincangan serius, walaupun masyarakat pada dasarnya tidak menolak pemindahan IKN, tapi hal-hal negatif terkait pemindahan IKN ini harus menjadi concern, sehingga desain kebijakan dalam pelaksanaan pemindahan IKN harus benar-benar bisa menjawab persoalan-persoalan ini,” ujar Novri.

BACA JUGA: Jokowi Anggarkan Rp30 Triliun Untuk Bangun IKN di 2023

Novri Susan, Sosiolog Universitas Airlangga (tangkapan layar)

Novri mengatakan, masyarakat lokal harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah di IKN baru, agar tidak ada potensi konflik akibat kesenjangan atau diskriminasi terhadap masyarakat lokal dalam pembangunan IKM.

“Jika dalam pelaksanaan pemindahan IKN, masyarakat lokal tidak memiliki prioritas, memiliki kecenderugan untuk menciptakan banyak persoalan. Ketika masyarakat yang datang itu memiliki keahlian yang lebih cepat, mobilitas yang lebih bagus, yang datang sudah memiliki pengalaman kerja dan menguasai sistem modern, ya masyarakat lokal pasti tidak akan mampu bersaing, dna itu butuh desain sosial,” tambahnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Sosiolog Ingatkan Pemerintah Antisipasi Masalah Sosial Terkait Pemindahan IKN

APSSI kata Novri, merekomendasikan adanya kelembagaan sosial di IKN baru, yang mendesain serta memastikan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam bidang sosial ekonomi. Kelembagaan itu yang nantinya bertugas menyusun desain kebijakan, serta langkah penanganan untuk mencegah terjadinya konflik.

“Bagaimana negara bisa membangun kelembagaan sosial yang bisa mengatasi masalah-masalah itu, yang saat ini belum ada, belum siap. Menjadi sangat penting memang, kelembagaan yang mampu menjawab persoalan, satu, konflik yang mungkin muncul, dua, pemberdayaan ekonomi, dan sebagainya,” tukasnya.

Tyas Retno Wulan, Koordinator Tim Penelitian IKN (tangkapan layar)

Koordinator Tim Penelitian IKN, yang juga dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Tyas Retno Wulan, mendorong pelibatan sosiolog dalam persiapan dan pelaksanaan kebijakan penanganan aspek sosial pemindahan IKN, serta mengintensifkan komunikasi publik untuk menghindari pemahaman yang keliru di tengah masyarakat.

“Peran kita (sosiolog) adalah bagaimana meminta pemerintah, agar komunikasi publik itu lebih intens, sehingga kalau itu intens, satu, ketika ada masalah juga cepat bisa diclearkan,” ujar Tyas. [pr/em]