Serangan Satwa Liar terhadap Manusia Meningkat di Kashmir

Petugas menangkap seekor macan tutul di lembah Neelum, Kashmir-India (foto: dok).

Shahid Ahmad Ganai yang berusia 14 tahun pada 12 Juni lalu sedang menggembala sapi keluarganya di sebuah lahan yang terletak sekitar 200 meter dari rumahnya di Trikanian, sebuah desa perbukitan di Kashmir, India. Tetapi ayahnya, Abdul Jabbar Ganai, yang berusia 52 tahun, dan ibunya Parveena Begum, usia 47 tahun, dikejutkan dengan teriakan putra mereka. Keduanya dengan panik berlari menuju tempat penggembalaan sapi di desa Boniyar, suatu desa terpencil di distrik Baramulla.

“Kami bergegas menuju tempat itu dan melihat putra bungsu kami, Shakir, berlari ke arah kami dengan wajah ketakutan,” ujar Ganai menggambarkan pada yang terjadi pada hari Minggu sore itu.

“Dia (Shakir.red) memberitahu bahwa kakaknya, Shahid diserang oleh macan tutul. Kami berdua berlari secepat yang kami bisa untuk menyelamatkannya, tetapi semuanya sia-sia,” ujar Ganai dengan suara putus asa sambil menunjuk ke lokasi serangan itu.

Parveena Begum menunjukkan foto putranya Shahid Ahmad Ganai, 14 tahun, yang tewas akibat serangan macan tutul di Trikanjan, Kashmir-India. (foto: Wasim Nabi/VOA)

Wilayah yang terletak di kaki pegunungan Himalaya di sisi Kashmir-India itu memiliki sekitar 24.214 kilometer per segi lahan hutan yang merupakan sekitar 20% dari total wilayah geografisnya. Ada pula lima taman nasional, 14 suaka margasatwa dan 35 cagar alam.

Hutan di kawasan itu menampung sejumlah jenis satwa liar, termasuk macan tutul, beruang dan babi hutan.

Manusia dan hewan jarang bertemu satu sama lain, tetapi dalam dua puluh tahun terakhir ini, para pakar satwa liar mengatakan “frekuensi interaksi” keduanya telah meningkat.

Data dari Departemen Satwa Liar setempat menunjukkan antara Januari 2006 hingga November 2021, ada sekitar 234 orang tewas dan 2.918 lainnya luka-luka karena konflik manusia-satwa liar di seluruh wilayah Kashmir.

Sejak tahun 2011 lalu, sedikitnya lima macan tutul dan 17 beruang telah dibunuh setelah dinyatakan sebagai “pemakan manusia,” terminologi yang ada dalam sub bagian (6) pasal 11 UU Perlindungan Satwa Liar India Tahun 1972.

Tubuh Shahid yang telah tercabik-cabik ditemukan jauh di dalam hutan oleh warga lokal yang ditemani petugas satwa liar dan polisi.

Abdul Jabbar Ganai sangat berduka setelah putranya Shahid meninggal akibat serangan macan tutul, di Trikanjan, Kashmir-India. (Wasim Nabi/VOA)

Macan tutul yang sama diyakini telah menyerang desa lain di Boniyar dua hari kemudian. Kali ini Rutba Manzoor, seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang sedang bermain di luar rumah, yang menjadi sasarannya. Keluarga Manzoor menolak permohonan wawancara VOA, di mana salah seorang anggota keluarga mengatakan mereka tidak ingin mengingat kembali tragedi itu dan ingin menjauhkan diri dari “apapun yang mengganggu kedamaian mental kami.”

BACA JUGA: Pemimpin ProKemerdekaan Kashmir Meninggal dalam Tahanan Polisi

Hanya dalam empat bulan, Ganai mengatakan lima anak dan lebih dari 50 domba telah dimangsa macan tutul dalam 11 serangan. Itulah sebabnya warga Boniyar turun ke jalan meminta Departemen Margasatwa Jammu dan Kashmir memburu hewan itu.

“Setelah mencari macan tutul itu selama beberapa hari, penduduk setempat, polisi dan petugas satwa liar membunuh macan tutul itu,” ujar Ganai seraya menambahkan “banyak nyawa sedianya dapat diselamatkan jika petugas satwa liar mengeluarkan perintah untuk membunuh macan tutul itu segera setelah insiden pertama terjadi.”

Faktor Konflik Manusia-Hewan

Mehreen Khaleel, pakar primate dan Kepala Wildlife Research Conservation Foundation WRCF – sebuah LSM yang berkantor di Kashmir – mengatakan interaksi antara manusia dan hewan di Lembah Kashmir telah meningkat pesan dalam dua dekade terakhir. Tetapi ada faktor lain yang memicu konflik itu.

“Kami tidak memiliki cukup data untuk mendukung peningkatan interaksi ini. Tidak tersedianya mangsa, meningkatnya gangguan di habitat liar, perubahan pola penggunaan lahan di zona pinggiran adalah sebagian kemungkinan penyebabnya,” ujar Khaleel. Ditambahkannya, “pergeseran skala besar dari pertanian ke hortikultura di zona pinggiran, berkurangnya ruang pelarian, penutupan koridor hewan alami telah meningkatkan kejadian tersebut.” Ia juga menilai perubahan iklim telah ikut berperan besar mengingat lokasi geografis kawasan Kashmir.

Konflik manusia-hewan di Lembah Kashmir tidak hanya terbatas pada daerah yang lebih dekat dengan hutan. Ada banyak contoh di mana hewan-hewan liar seperti beruang, landak dan macan tutul juga ditemukan di banyak bagian tengah Kashmir. [em/jm]