Senator Amerika: Pembersihan Etnis Berlangsung di Myanmar

  • Michael Bowman

Kubah Gedung Parlemen Amerika, Capitol Hill, Washington DC. (Foto: dok).

Para anggota Senat Amerika menekan pemerintahan Trump agar menyatakan bahwa pembersihan etnis sedang berlangsung terhadap penduduk Muslim Rohingya di Myanmar, negara berpenduduk mayoritas Buddhis yang telah memperbaiki hubungan dengan Washington dalam beberapa tahun terakhir.

Seperti dilaporkan oleh koresponden VOA Michael Bowman, sebuah panel Senat hari Selasa (24/10) meminta para pejabat Amerika agar mengambil sikap yang lebih keras terhadap penindasan brutal dan pengusiran terhadap ratusan ribu Rohingya di Myanmar.

Sementara warga Muslim Rohingya mengalami keadaan mengerikan setiap hari, kemarahan terjadi di gedung Kongres Amerika, Capitol Hill.

Cory Gardner, Senator Republik dari Colorado yang duduk sebagai anggota Komisi Hubungan Luar Negeri, mengatakan, “Tidak kurang dari bencana kemanusiaan.”

Sementara itu, Senator Demokrat Ben Cardin dari Maryland, yang juga menjadi anggota Komisi Luar Negeri Senat, menyatakan, “Separuh populasi Rohingya di Myanmar telah mengungsi. 600.000 dari 1,2 juta.”

Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri lainnya, Senator Demokrat Jeff Merkley dari Oregon menambahkan, “Ribuan perempuan diperkosa, ribuan pria dan wanita ditembak selagi mereka melarikan diri dari desa-desa mereka. Desa-desa dikepung dan warganya kelaparan.”

Sebagian anggota Senat telah menarik kesimpulan yang tajam tentang tindakan militer dan kelompok-kelompok swakarsa sipil Myanmar yang menarget Rohingya.

Senator Ben Cardin mengatakan, “Ini adalah pembersihan etnis, cukup jelas. Ya, saya pikir ini genosida.”

Senator Cardin dan yang lainnya menginginkan pemerintahan Trump menyatakan bahwa pembersihan etnis telah terjadi, sehingga bisa menjadi langkah awal menuju pemberlakuan sanksi Amerika yang baru terhadap Myanmar. Bulan lalu, Amerika Serikat hampir sampai pada pernyataan demikian di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Duta Besar Amerika di PBB Nikki Haley mengatakan, “Kita tidak boleh takut menyebut tindakan pihak berwenang di Myanmar seperti apa adanya operasi yang brutal dan berkelanjutan untuk membersihkan negara itu dari etnis minoritas.”

Di gedung Kongres, Capitol Hill, para pejabat Amerika berbicara tentang “kekejaman” itu dan menuntut perubahan dari Yangon.

Patrick Murphy, Deputi Asisten Menteri Luar Negeri Amerika, mengatakan, “Akhiri kekerasan, lindungi warga sipil, perluas akses kemanusiaan dan media, minta pertanggungjawaban orang-orang yang bersalah, segera pulangkan orang-orang yang telah melarikan diri.”

Selama pemerintahan Obama, Amerika Serikat melonggarkan sanksi-sanksi terhadap Myanmar karena negara itu menerapkan reformasi demokratis yang mengantarkan mantan pembangkang Aung San Suu Kyi ke tampuk kekuasaan. Kini, langkah-langkah penghukuman harus dibahas, kata para anggota Senat Amerika.

Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri, Senator Republik Bob Corker dari Tennessee berpendapat, “Amerika Serikat tidak boleh meninggalkan Myanmar, tetapi kini mungkin sudah tiba saatnya untuk menyesuaikan kebijakan.”

Apa pun yang akhirnya akan dilakukan, para pejabat Amerika ingin menarget pelaku pelanggaran HAM secara individu, bukannya negara secara keseluruhan.

Patrick Murphy menambahkan, “Sanksi luas bisa membuat populasi yang rentan, yang masih bertahan, semakin rentan terhadap kekerasan dan aktivitas kriminal yang terjadi sejauh ini.”

Sementara memusatkan perhatian pada krisis kemanusiaan di Myanmar, seseorang Senator Demokrat tidak dapat menahan kecamannya terhadap Gedung Putih.

Senator Demokrat Jeanne Shaheen dari New Hampshire, anggota Komisi Hubungan Luar Negeri, bertanya kepada anggota Senat lainnya, "Pesan apa yang sampai ke pimpinan Burma, militer dan sipil, sementara di Amerika Serikat kita memberlakukan larangan kunjungan warga dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim?”

Senator Jeanne Shaheen mengatakan bahwa ia tidak mengharapkan jawaban dari panel itu, dan ia pun tidak menerima jawaban apa pun atas pertanyaan tersebut. [lt/uh]