Senat AS Loloskan RUU Pertahanan Senilai US$770 Miliar

Pemandangan Gedung Capitol yang diambil dari depan area National Mall di Washington, pada 6 Desember 2021. (Foto: AP/J. David Ake)

Dengan selisih suara besar, Senat Amerika Serikat (AS) pada Rabu (15/12) meloloskan sebuah versi Otorisasi Pertahanan Nasional atau NDAA, yang memberikan otorisasi bernilai $770 miliar untuk belanja di bidang pertahanan. Jumlah tersebut $25 miliar lebih banyak dibanding yang diminta oleh Presiden Biden. RUU itu kini tinggal menunggu pengesahan dan tanda tangan presiden.

Dukungan kuat dari faksi Demokrat dan faksi Republik untuk RUU tahunan bagi anggaran Departemen Pertahanan itu membuat selisih suara yang sangat besar yaitu 89 banding 10.

BACA JUGA: Senat AS Setujui Kenaikan Pagu Utang Menjadi $31,4 Triliun

DPR sudah meloloskan RUU dengan selisih suara 363 banding 70 pada minggu lalu.

Biden diharapkan akan menandatangani RUU itu, tetapi Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar pasca diloloskannya RUU tersebut.

NDAA diamati secara cermat oleh berbagai kalangan industri dan pihak yang berkepentingan lainnya karena ini merupakan satu-satunya produk legislatif yang menjadi UU setiap tahun, serta karena isinya menanggapi berbagai isu.

Selama enam dekade terakhir, setiap tahun NDAA selalu berhasil lolos menjadi undang-undang.

NDAA tahun ini mencakup kenaikan gaji sebesar 2,7 persen untuk pasukan militer, pembelian pesawat dan kapal Angkatan Laut yang lebih banyak, dan juga strategi untuk menghadapi ancaman geopolitik, khususnya yang berasal dari Rusia dan China.

BACA JUGA: DPR AS Loloskan RUU untuk Berantas Islamofobia

NDAA juga mencakup dana sebesar $300 juta untuk Inisiatif Bantuan Keamanan Ukraina, $4 miliar untuk Inisiatif Pertahanan Eropa, serta $150 juta untuk kerja sama keamanan wilayah Baltik.

Khusus untuk isu yang berkaitan dengan China, RUU ini mengalokasikan anggaran sebesar $7,1 miliar untuk Inisiatif Penggentaran Pasifik dan pernyataan dukungan Kongres untuk pertahanan Taiwan, serta larangan bagi Departemen Pertahanan membeli produk-produk yang diproduksi dengan tenaga kerja paksa dari kawasan Xinjiang di China. [jm/em]