Selama Ramadan, Muslim AS Waspadai Daging Halal Tipuan

  • Associated Press

Produk daging halal dari Crescent Foods di sebuah pasar swalayan di Amerika.

Hamzah Wald Maqbul, dari lembaga nirlaba Halal Advocates, mengatakan kerumitan aturan halal dan pemisahan agama-negara membuat pemerintah kesulitan menghukum kecurangan.

Bagi mereka yang menjual beli daging halal, bulan Ramadan adalah waktunya meningkatkan kewaspadaan untuk memastikan makanan yang dimakan umat Muslim tersebut memang halal.

Namun hal itu lebih sulit dari yang dibayangkan. Tidak hanya sulit untuk diregulasi, beberapa pengkritik juga mempertanyakan keterlibatan pemerintah dalam masalah ini yang dianggap bertentangan dengan doktrin pemisahan agama. Ini berarti, seiring meningkatnya permintaan produk halal dari umat Muslim di Amerika, masalah kebijakan daging halal seringkali tergantung pada penjual daging sendiri.

Gul Muhammad, yang membuka toko daging halal di New Jersey tahun ini, mengatakan ia sendiri yang mengunjungi peternakan dan tempat penyembelihan untuk memastikan hewan-hewan itu disembelih berdasarkan standar-standar agama yang dipatuhi 1,6 miliar Muslim di seluruh dunia.

"Saya kira kita semua bertanggung jawab atas apa yang kita makan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa orang ini menjual daging halal kepada saya jadi tergantung dia," ujar Muhammad, yang mengatakan bahwa seorang pemasok daging suatu kali menawarkan "daging 50/50" atau setengah halal setengah tidak.

"Jika Anda memberi peluang bagi seseorang untuk berbuat curang, mereka akan melakukannya. Jika saya menjual daging ini dan saya mencapnya sebagai halal, maka tanggung jawabnya ada pada saya."

Ada beragam pendapat mengenai cara penyembelihan secara benar. Sebagian Muslim menganggap unggas yang disembelih oleh mesin itu halal, sementara sebagian lain mengatakan tidak.

Pemerintah AS menginspeksi produk-produk yang dibuat dari hewan yang disembelih secara ritual, baik makanan halal ataupun makanan kosher yang didasarkan pada aturan Yahudi, namun tidak memutuskan apakah ritual itu dapat diterima oleh organisasi-organisasi agama yang mencap daging sebagai halal.

"Jika seseorang menyebut sebuah produk halal, seharusnya ada pengaturannya," ujar Atiya Aftab, pengacara di kota South Brunswick anggota dewan pengawas Masyarakat Islam Central Jersey.

"Harus ada elemen pemerintah yang mengawasi pelabelan. Di pihak lain, ada tanggung jawab individual untuk melakukan semacam uji tuntas."

Semakin banyak kelompok Muslim, seperti Aftab dan Muhammad, yang tak hanya melihat tata cara penyembelihan, tapi juga bagaimana hewan diperlakukan sebelum dibunuh.

Hamzah Wald Maqbul, dari lembaga nirlaba Halal Advocates, mengatakan kerumitan aturan halal dan pemisahan agama-negara membuat pemerintah kesulitan menghukum kecurangan.

"Yang dapat mereka lakukan, seperti yang dilakukan banyak negara bagian lain, adalah memberlakukan aturan-aturan halal yang fokus pada konsep transparansi," ujarnya.

"Jika seseorang mengklaim sesuatu itu halal, konsumen berhak mengetahui apa definisi halal yang dimaksud penjual. Namun penegakan hal tersebut masih jauh."

New Jersey mengadopsi Undang-undang Perlindungan Konsumen Makanan Halal tahun 2000. UU ini mewajibkan penjual makanan halal untuk mengungkap informasi, termasuk apakah mereka menjual baik makanan halal maupun non-halal. Pemerintah negara bagian tersebut minggu lalu mengingatkan para pengusaha dan konsumen akan UU itu, yang mencakup denda sampai US$10.000 untuk pelanggaran pertama kali.

Sembilan negara bagian sekarang memiliki aturan serupa, termasuk New York, yang mewajibkan organisasi dan pemberi sertifikasi halal untuk terdaftar.

Pihak berwenang di New Jersey telah mengunjungi lebih dari 600 usaha produk halal sejak tahun 2013, menurut Divisi Urusan Konsumen, namun belum menyatakan ada pelanggaran. Hingga kini belum tersedia untuk masyarakat umum data tentang pelanggaran karena menjual daging non-halal sebagai halal.

Pada November 2011, sebuah waralaba pasar swalayan di Anaheim, California, membayar $527.000 setelah menjual daging biasa sebagai daging halal. Sebuah usaha grosir di Inggris didenda hampir $100.000 tahun lalu karena para penyelidik mengetahui bahwa perusahaan memberi cap halal pada ayam yang setelah dilacak berasal dari sebuah pemasok yang tidak menjual daging halal.

Akhir tahun lalu, para pemilik sebuah perusahaan pemasok daging sapi halal di Iowa didakwa menjual daging sapi senilai $4,9 juta yang menurut para jaksa tidak mengikuti praktik-praktik halal seperti yang dijanjikan.

Seorang manajer perusahaan tersebut mengaku salah karena menyuruh para pekerja di Midamar Corp. untuk membungkus ulang produk-produk daging sapi dari tempat penyembelihan yang tidak berizin ekspor dan mengirimnya ke Malaysia dan Indonesia.

Perusahaan tersebut menyangkal telah berbuat salah dan untuk menghindari kasus tersebut, perusahaan itu berdalih bahwa dakwaan-dakwaan tersebut melanggar Amandemen Pertama Konstitusi Amerika.

Islamic Services of America, yang mengeluarkan sertifikat daging sapi halal untuk Midamar, mengatakan pemerintah AS tidak dapat menegakkan protokol-protokol penyembelihan secara halal.