Setidaknya setengah lusin universitas yang secara historis diisi oleh mayoritas mahasiswa berkulit hitam di lima negara bagian dan District of Columbia pada Senin (31/1) mendapat ancaman bom. Sebagian besar kampus itu memberlakukan kebijakan lockdown – atau menutup kawasan dan melarang orang keluar masuk – untuk sementara waktu.
Dalam dua pernyataan terpisah, baik Biro Penyidik Federal FBI maupun Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api & Bahan Peledak (ATF) mengatakan sedang menyeliki ancaman bom tersebut.
Di negara bagian Georgia, Albany State University lewat akun media sosialnya memperingatkan mahasiswa dan dosen bahwa “gedung-gedung akademik Albany State University telah mendapat ancaman bom.”
Pejabat-pejabat di Southern University and A&M College di Baton Rouge, di negara bagian Louisiana pada Senin (31/1) pagi meminta seluruh mahasiswa untuk tetap berada di asrama mereka. Setelah mencari piranti yang mencurigakan, pada Senin (31/1) sore pihak berwenang mengatakan kampus itu berada dalam kondisi aman. Namun pejabat-pejabat kampus itu mengatakan aktivitas kampus dapat berjalan normal kembali diperkirakan baru akan terjadi pada Selasa (1/2).
Pejabat-pejabat di Bowie State University di negara bagian Maryland, juga meminta semua orang di kampus itu untuk berlindung Senin pagi. Anjing-anjing pelacak bahan peledak dan sejumlah pakar bom membantu polisi kampus memeriksa seluruha bagian gedung-gedung di kampus itu. Kampus dibuka kembali Senin malam setelah dipastikan aman oleh para petugas hukum lokal, negara bagian dan federal.
Stasiun radio WTOP pada Senin (31/1) melaporkan ancaman bom serupa juga diterima Howard University di Washington DC.
Di negara bagian Florida, polisi Pantai Daytona mencuit bahwa mereka memberi ijin kepada seluruh sivitas akademika untuk kembali beraktivitas setelah memeriksa ancaman bom yang diterima. Namun kuliah telah terlanjur dibatalkan. Meskipun demikian polisi mengatakan akan tetap berada di kampus itu hingga Senin malam untuk memastikan keamanan situasi.
Juru bicara Delaware State University di negara bagian Delaware, Carlos Holmes, mengatakan kepada media bahwa ancaman bom juga diterima kampus itu Senin (31/1) pagi.
Gedung Putih Memantau
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki pada Senin (31/1) mengatakan ancaman bom itu “tentu saja mengganggu,” dan bahwa “Gedung Putih terus melakukan komunikasi dengan berbagai mitra antar-lembaga, termasuk pimpinan penegak hukum federal, mengenai isu ini.”
Psaki menambahkan “kami lega mendengar bahwa Howard University di DC dan Bethune-Cookman University di Florida telah diberi izin untuk kembali beraktivitas dan (kami) akan terus memantau laporan ini.”
Presiden Biden, ujar Psaki, juga telah mengetahui akan ancaman tersebut.
Kaukus HBCU di Kongres Kecam Serangkaian Ancaman Bom
Ancaman bom itu terjadi sehari sebelum dimulainya Black History Month dan kurang dari satu bulan setelah serangkaian ancaman bom terhadap sejumlah kampus yang mayoritas mahasiswanya adalah warga Amerika keturunan Afrika pada 4 Januari lalu.
Pemimpin Kaukus Bipartisan HBCU (Historically Black Colleges Universities) di Kongres dalam sebuah pernyataan pada Senin (31/1) menyatakan “kami sangat terganggu oleh ancaman bom putaran kedua di kampus-kampus HBCU dalam waktu satu bulan ini.”
Pernyataan itu menggarisbawahi bahwa “kegiatan belajar adalah salah satu pencarian yang paling mulia dan paling manusiawi, dan sekolah adalah tempat suci yang harus selalu bebas dari teror. Menyelesaikan kasus kejahatan ini dan menyeret mereka yang bertanggungjawab ke meja hijau harus menjadi prioritas utama aparat penegak hukum federal.”
Pernyataan itu dikeluarkan oleh dua anggota DPR, yaitu anggota faksi Demokrat dari negara bagian North Carolina Alma Adams dan anggota faksi Republik dari negara bagian Arkansas French Hill, yang merupakan ketua bersama kaukus tersebut. [em/lt]