Sari Raras, Gamelan Jawa Terkemuka di Berkeley California

Your browser doesn’t support HTML5

Gamelan Sari Raras

“Sari Raras” dikenal sebagai kelompok gamelan Jawa terkemuka di luar Indonesia. Kelompok ini didirikan tahun 1988 oleh Midiyanto, pengajar gamelan di University of California Berkeley dan Ben Brinner, Kepala Departemen Musik di universitas yang sama.

Philip Hcimovic atau yang kerap disapa Mas Phil adalah anggota gamelan “Sari Raras” yang sudah tujuh tahun bermain gamelan dan pernah belajar karawitan Jawa selama tiga tahun di Boston. Sebelumnya ia pernah belajar juga selama dua tahun di Solo. Phil yang fasih berbahasa Indonesia adalah satu dari 25 anggota gamelan yang merupakan bagian dari departemen musik di University of California, Berkeley, California.

Pendiri dan Direktur Gamelan “Sari Raras” Midiyanto mengatakan Sari Raras mengambil konsep gamelan Jawa untuk memperkenalkan musik tradisi Jawa. “Saya punya konsep yang sangat jelas, saya namakan Sari Raras karena sari itu artinya essence, raras itu enak, melodi. Kita di sini memainkan melodi yang enak didengar untuk menghaluskan rasa. Oleh karena itu, gendingnya pun saya kasih yang halus-halus supaya kita bisa promosi bahwa bagi orang Jawa, gamelan bisa menghaluskan jiwa,” tambahnya.

“Sari Raras” yang dikenal sebagai kelompok gamelan Jawa terkemuka di luar Indonesia, didirikan tahun 1988 oleh Midiyanto, pengajar gamelan di UC Berkeley dan Ben Brinner, Kepala Departemen Musik di universitas yang sama.

Walaupun berafiliasi dengan UC Berkeley, anggotanya tidak terbatas dari kalangan akademia tapi juga dari komunitas setempat. Para anggota kebanyakan sudah bergabung cukup lama, seperti Ashley Morris, pemain kenong, yang sudah delapan tahun bermain untuk “Sari Raras.”

“Saya senang datang ke tempat ini setiap Rabu malam dan tidak memikirkan pekerjaan atau hal lain yang harus saya kerjakan,” kata Ashley.

Sementara Ben mengatakan para anggota senang, “Karena masih senang main bersama dan setiap tahun kami mencoba memilih gending-gending lain atau wayang dengan lakon lain atau sesuatu yang baru digabung dengan yang sudah bisa kami mainkan.”

Gamelan “Sari Raras” juga dibentuk untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit, dan kebetulan Midiyanto juga seorang dalang.

Tiga tahun yang lalu, kelompok ini bahkan sempat unjuk nyali bermain gamelan mengiringi pertunjukan wayang kulit semalam suntuk di Malioboro, Yogyakarta.

Midiyanto mengaku senang sekali dengan penampilan mereka di Yogyakarta. “Saya waktu itu membayangkan, mana bisa teman-teman saya yang orang Amerika atau mahasiswa duduk selama enam jam tanpa istirahat. Tapi yang bikin saya jadi surprised, dan heran, justru penonton. Waktu kami pentas di Indonesia, justru penonton yang gak mau pulang sampai habis. Itu tidak masuk akal sampai sekarang. Mungkin mereka bukan tertarik karena pertunjukannya, tetapi mereka tertarik dengan siapa yang memainkannya,” tambahnya.

“Menyenangkan sekali, semua orang ramah. Rasanya beda tampil di sana dibandingkan dengan di sini. Ketika itu kita bagian dari acara komunitas, dan banyak anak-anak, orang tua dan orang-orang naik ke atas panggung,” kenang Ashley.

Rencananya kelompok gamelan “Sari Raras” akan kembali mentas di Indonesia bulan Agustus mendatang.