Rusia Tuduh AS dan NATO Lakukan Provokasi di Eropa Timur

  • Henry Ridgwell

Menhan Rusia Sergei Shoigu (kiri) dan Menlu Rusia Sergei Lavrov (foto: dok). Menhan Soigu hari Selasa (29/4) mengecam peningkatan militer NATO di Eropa Timur.

Rusia telah menuduh Amerika dan NATO apa yang disebut sebagai pernyataan “provokatif”, sementara krisis di Ukraina meningkat bersamaan dengan peningkatan militer NATO di Eropa Timur.
Sementara itu upaya diplomatik terus berlanjut untuk membebaskan tujuh pengamat dari Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa OSCE yang masih ditahan oleh kelompok bersenjata pro-Rusia di Ukraina Timur.

Satuan pasukan lintas udara Amerika tiba di Estonia, sebagai bagian dari unjuk kekuatan NATO di Eropa Timur. Beberapa anggota NATO telah mengirim kapal dan pesawat tempur ke kawasan itu.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu hari Selasa (29/4) mengatakan peningkatan militer itu diiringi oleh pernyataan “provokatif” tentang perlunya “menahan” Rusia.

Namun, Wakil Panglima NATO Jenderal Adrian Bradshaw berkeras pengiriman pasukan itu tepat.

“Menurut kami tindakan-tindakan yang kami ambil saat ini proporsional dan sesuai dengan perubahan dinamika keamanan yang kami hadapi. Hal ini memberi indikasi sangat jelas atas komitmen NATO pada kawasan itu,” kata Bradshaw..

Rusia juga meningkatkan kekuatannya di kawasan itu. Dua kapal angkatan laut Rusia hari Senin kembali bergabung dengan armada Laut Hitamnya yang berpangkalan di Krimea, daerah yang dianeksasi Rusia dari Ukraina bulan lalu.

Ketegangan paling luar biasa sejak Perang Dingin itu memicu tuduhan adanya intervensi militer tertutup di Ukraina, baik dari pihak Rusia maupun Barat.

Tujuh pengamat dari OSCE ditangkap oleh kelompok bersenjata pro-Rusia pekan lalu di kota Slovyansk yang sedang bergolak, karena dituduh sebagai mata-mata NATO. Lima tentara Ukraina juga disandera.

Para pengamat itu dipertontonkan lewat televisi hari Minggu. Pemimpin misi itu mengatakan mereka berada di Ukraina semata-mata karena mandat OSCE.

“Saya telah menjelaskan dokumen Wina bahwa diplomat-diplomat yang datang ke negara itu tidak bersenjata dan tidak memiliki amunisi. Kami bukan pejuang. Kami diplomat yang berseragam,” ujar Schneider.

Pihak militan ingin menukar tawanan OSCE dengan aktivis-aktivis pro-Rusia yang ditahan oleh pemerintah Ukraina. Diantara mereka yang disandera itu terdapat tiga tentara Jerman dan seorang penerjemah.

OSCE yang berkantor di Wina itu dibentuk semasa Perang Dingin sebagai forum antara pihak Barat dan Timur.

Misi pengamat kerap menyertakan personil militer, tetapi peran mereka benar-benar hanya urusan diplomatis – demikian ujar Andrew Foxall dari the Henry Jackson Society, organisasi analisa politik yang berkantor di Inggris.

“Untuk mengevaluasi peristiwa-peristiwa yang terjadi, memonitor perkembangan situasi dan kemudian menyampaikan saran dan kebijakan soal bagimana situasi itu mungkin berkembang,” papar Foxall.

Ke-57 anggota OSCE mencakup Rusia. Negara-negara Barat mengatakan tergantung Rusia untuk menyampaikan tekanan lebih besar pada kelompok bersenjata pro-Rusia guna membebaskan seluruh sandera.