Partai Politik Utama Thailand Kecam Rancangan Konstitusi Baru

  • Ron Corben

Pemerintahan PM Thailand Prayuth Chan-ocha yang didukung militer mempersiapkan rancangan konstitusi baru di Thailand (foto: dok).

Konstitusi baru sedang dirancang pemerintah Thailand yang didukung militer untuk memulihkan pemerintahan demokratis, tetapi rancangan itu dikecam oleh sebagian besar partai politik.

Wartawan VOA Ron Corben melaporkan dari Bangkok, reaksi itu meningkatkan keraguan atas tujuan konstitusi tersebut, dalam mengakhiri polarisasi politik yang terjadi selama bertahun-tahun.

Kalau disahkan, rancangan konstitusi kali ini akan menjadi konstitusi ke-20 sejak Thailand menjadi monarki konstitusional pada tahun 1932, dan pendukungnya mengatakan RUU itu akan menciptakan pemerintahan yang demokratis dan stabil, yang belum pernah terbentuk sebelumnya.

Tetapi rancangan konstitusi baru ini sudah memicu tentangan dari dua partai politik utama di Thailand, yang mengatakan rancangan itu akan memperlemah pengaruh mereka dan tidak akan berhasil mengakhiri polarisasi politik yang memecah belah negara itu selama 15 tahun terakhir ini.

Panitan Wattanayagorn, pakar politik dan penasehat pemerintah Thailand mengatakan dua partai politik utama itu bisa menjadi tantangan serius bagi rancangan konstitusi tersebut sebelum selesai disusun pada bulan Agustus mendatang.

“Saya khawatir rancangan konstitusi ini tidak akan berjalan lancar, terutama karena anggota-anggota Partai Pheui Thai menilai diri mereka sebagai pihak yang dikalahkan. Tokoh-tokoh kelompok Demokrat yang dulu beroposisi tidak senang karena rancangan konstitusi ini akan mengurangi kekuasaan mereka”.

Rancangan konstitusi itu akan membentuk Dewan Perwakilan Rakyat DPR yang beranggotakan 450 orang, yang anggota-anggotanya dipilih dengan sistem perwakilan proporsional, yang menurut para analis akan mendorong peningkatan jumlah anggota parlemen dari partai-partai politik yang lebih kecil. Hal ini bisa memperlemah pengaruh partai-partai politik utama, nenciptakan kebutuhan yang lebih besar bagi terbentuknya pemerintahan koalisi.

Di majelis tinggi akan ada sekitar 200 anggota Senat yang berasal dari beberapa anggota terpilih dan juga kelompok-kelompok yang ditunjuk, termasuk bekas anggota militer dan pegawai pemerintah serta wakil-wakil buruh, petani, akademisi dan organisasi-organisasi masyarakat.

Thida Thavornseth – anggota senior organisasi “Front Bersatu Bagi Demokrasi Melawan Kediktatoran” UDD yang pro-Partai Pheu Thai – mengatakan konstitusi itu tidak akan mendorong terjadinya rekonsiliasi politik. Ia merujuk pada pasal kontroversial yang akan memperbolehkan seseorang untuk ditunjuk – bukan dipilih – sebagai pemimpin pemerintah. Pasal ini mensyaratkan dukungan dari dua per tiga anggota DPR. Para pendukung rancangan konstitusi ini mengatakan pasal itu akan membuka menjadi jalan untuk mengakhiri kebuntuan politik dan mencegah intervensi militer. Militer Thailand telah melakukan sepuluh kudeta sejak tahun 1932.

Selama 15 tahun terakhir Thailand telah terpecah belah antara dua partai politik utama, yang telah bentrok dalam demonstrasi-demonstrasi jalanan dan juga bersaing lewat pemilu untuk menguasai pemerintah.

Sebagian analis mengatakan ujian utamanya adalah bagaimana pemerintah militer akan meraih dukungan publik dan legitimasi bagi rancangan konstitusi itu. Beberapa laporan media sebelumnya menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan melakukan referendum tentang konstitusi itu dalam beberapa bulan mendatang, tetapi pejabat-pejabat belum mengumumkan keputusan apa yang akan diambil.