Putra Mahkota Jepang Siap Naik Tahta

Putra Mahkota Jepang Naruhito (kiri) bersama istrinya, Masako dan putri mereka Aiko melambaikan tangan kepada warga di Matsumoto, Prefektur Nagano (10/8).

Meski Naruhito dianggap siap untuk naik tahta, istrinya Masako telah kesulitan dan bergelut dengan depresi dalam menjalani kehidupan sebagai istri putra mahkota.

Ketika Putra Mahkota Jepang Naruhito melamar Masako Owada yang enggan menikahinya, ia berjanji akan melindunginya sepenuh jiwa raga. Namun hal itu akan semakin sulit dipenuhi jika, seperti yang diperkirakan, Kaisar Akihito turun tahta, dan perempuan yang selama ini kesulitan beradaptasi dengan kehidupan kerajaan akan menjadi permaisuri.

Akihito, 82, yang bersama istrinya Michiko telah merebut hati rakyat Jepang karena upayanya untuk warga miskin dan memulihkan luka akibat Perang Dunia II di luar negeri, mengindikasikan dalam pidato di televisi hari Senin (8/8) bahwa ia ingin turun tahta akibat usia lanjut.

Meski Naruhito, 56, yang dikenal jujur dianggap siap untuk naik tahta dan telah melakukan lebih banyak tugas resmi, Masako, 52, yang sebelumnya menolak lamaran Naruhito dua kali dalam masa pacaran panjang yang diawali hampir 30 tahun lalu, telah kesulitan menjalani hidup sebagai istri putra mahkota.

Masako, yang lulus dari Harvard dan dengan berat hati meninggalkan karir diplomat untuk menikah, telah berjuang menghadapi depresi selama lebih dari 10 tahun, akibat bergelut dengan aturan dan larangan istana dan tekanan untuk menghasilkan anak laki-laki.

Putri mereka, Aiko yang berusia 14 tahun, tidak dapat naik tahta berdasarkan undang-undang yang mensyaratkan hanya laki-laki yang dapat menjadi kaisar.

Tahun 2012, Masako, yang menghabiskan masa pertumbuhannya di luar negeri dan dapat berbicara beberapa bahasa, mengakui ia telah bergulat dengan penyakit akibat stress untuk waktu yang lama. Ia masih jarang terlihat di publik.

Naruhito sendiri bukan keluarga kerajaan biasa, karena telah kuliah di luar negeri, dan menggambarkan masa dua tahunnya di Oxford University sebagai salah satu periode paling membahagiakan dalam hidupnya.

Naruhito dikenal karena pembelaannya yang kukuh terhadap istrinya. Tahun 2004, ia terlibat perseteruan publik yang langka dengan rumah tangga kekaisaran, yang bertanggung jawab mengatur aktivitas keluarga kerajaan.

Dari kiri ke kanan: Putra Mahkota Jepang Pangeran Naruhito, Kaisar Akihito, Putri Masako dan Permaisuri Michiko. (Foto: Dok)

Naruhito mengatakan bahwa Masako, yang telah berharap bisa menggunakan pengalamannya sebagai diplomat, menghadapi "kelelahan luar biasa" karena mencoba beradaptasi dengan kehidupan kerajaan.

"Memang betul ada langkah-langkah untuk menegasikan karir dan kepribadian Masako, yang dipengaruhi karir tersebut," ujar Naruhito, yang terus membela istrinya.

Midori Watanabe, jurnalis dan dosen tamu di Bunka Gakuen University, mengatakan yang terpenting adalah keduanya tetap bersama-sama.

"Ia (Naruhito) berjanji akan melindunginya seumur hidup mereka. Saya kira ia (Masako) akan melakukan usaha untuk mendukung suaminya," ujarnya.

Miiko Kodama, profesor emeritus di Musashi University, mengatakan bahwa naiknya Masako menjadi permaisuri dapat menjadi anugerah untuk putri yang tidak bahagia itu, seperti yang terjadi pada ibu mertuanya.

Michiko, orang awam pertama yang menikahi pewaris tahta, tampak semakin kurus dan tidak bahagia saat masih muda akibat stress, namun ia kemudian menjadi permaisuri yang paling populer dan banyak bepergian dalam sejarah Jepang.

"Saat Masako menjadi permaisuri, statusnya yang lebih tinggi berarti lebih banyak orang akan mendengarkannya. Ketika lebih sedikit orang yang menekannya, kemungkinan penyakitnya akan membaik," ujar Kodama. [hd]