Presiden Trump Bertemu Pemimpin Palestina di Gedung Putih

  • Steve Heman

Presiden Donald Trump berjabat tangan dengan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas seusai membacakan pernyataan mereka di ruang Roosevelt, Gedung Putih, Washington, 3 Mei 2017. (AP Photo/Evan Vucci).

Presiden Amerika Serikat dan pemimpin Otorita Palestina pada hari Rabu (4/5) berjanji di Gedung Putih untuk berupaya mencapai terobosan diplomatik untuk perdamaian Timur Tengah. Pertemuan tersebut terjadi beberapa bulan setelah Donald Trump menjadi tuan rumah bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Suasananya bersahabat saat Donald Trump bertemu dengan Mahmoud Abbas. Tapi pesan dari presiden Amerika itu blak-blakan: Amerika Serikat tidak akan mendikte syarat-syaratnya, orang Palestina dan Israel harus bekerja sama untuk mencapai kesepakatan.

"Saya ingin menjadi mediator atau arbiter atau fasilitator, dan kita akan menyelesaikan ini," kata Presiden Trump.

Trump juga mengatakan bahwa selama hidupnya, dia telah mendengar bahwa kesepakatan yang paling sulit dicapai mungkin hubungan antara Israel dan Palestina. "Mari kita lihat apakah kita bisa membuktikan mereka salah," katanya.

Berdiri di samping presiden AS di Ruang Roosevelt untuk berbicara kepada para wartawan, Abbas, yang berbicara dalam bahasa Arab, mengatakan dia yakin bahwa semua pihak mampu mewujudkan "perjanjian perdamaian bersejarah" di bawah pimpinan Trump yang berani dan ulet dalam bernegosiasi.

Ketika dia selesai berbicara dan berbalik untuk berjabat tangan dengan Trump, Abbas menambahkan dalam bahasa Inggris: "Sekarang, Pak Presiden, bersama Anda, kita memiliki harapan."

Abbas kemudian mengatakan bahwa rakyatnya adalah satu-satunya di dunia yang masih berada di bawah pendudukan.

"Saya percaya bahwa kita mampu, di bawah kepemimpinan dan pelayanan dan kebijaksanaan Anda yang berani, juga kemampuan negosiasi Anda yang hebat, dengan anugerah Tuhan dan semua usaha Anda, kita bisa menjadi mitra sejati untuk mewujudkan sebuah perjanjian perdamaian yang bersejarah," kata Mahmoud Abbas.

Beberapa menit kemudian saat makan siang berlangsung di Ruang Kabinet, diapit oleh Wakil Presiden Mike Pence dan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Trump mengatakan kepada Abbas bahwa mencapai kesepakatan perdamaian tersebut "mungkin tidak sesulit yang dipikirkan orang selama ini."

Kesulitan mencapai terobosan abadi telah membuat para pendahulu Trump bingung selama beberapa dekade.

Selain itu, Abbas menghadapi tantangan politik internal di dalam partai Fatah sendiri dan dari Hamas, kelompok pejuang garis keras Palestina yang menguasai Jalur Gaza.

Kemungkinan mencapai terobosan masih panjang, tapi banyak dari mereka yang terlibat dalam diplomasi Timur Tengah selama bertahun-tahun menolak pernyataan bahwa tidak ada harapan untuk mencapai perdamaian, dan mengatakan bahwa keadaan saat ini menimbulkan beban yang terlalu besar.

Analis Anthony Cordesman dari Center For Strategic and International Studies mengatakan, "Dari pada mengadopsi posisi putus asa sebelum melakukan apa-apa, kita lebih baik terus berusaha, terutama jika kita melakukannya perlahan-lahan dan tenang dan kita tidak membuat jadwal dan harapan yang tidak mungkin."

Dorongan lebih lanjut untuk berbagai negosiasi bisa terjadi dalam beberapa minggu ke depan, mengingat perencanaan sedang berlangsung untuk kunjungan presiden AS ke Israel pada akhir bulan ini. [as]