Perubahan Sikap Rusia dalam Isu Suriah

  • James Brooke

Presiden Suriah Bashar al-Assad (tengah kanan) bertemu dengan wakil Menlu Rusia Sergei Ryabkov (tengah kiri) di Damaskus, 18 September 2013.

Selama bertahun-tahun Rusia telah memberi dukungan diplomatik dan militer kepada Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Kini Rusia mendesak sekutunya itu untuk menyerahkan senjata kimianya.
Memenuhi tekanan kuat Amerika dan Rusia, Suriah mulai menyerahkan inventarisasi simpanan senjata kimianya kepada tim pemantau internasional di Den Haag. Sikap Rusia tampak berubah dengan desakan Rusia terhadap Suriah untuk menyerahkan daftar senjata kimianya.

Beberapa analis di Moskow mempertanyakan arah yang dituju Kremlin saat ini.

Rene Nyberg – mantan Duta Besar Finlandia untuk Rusia mengatakan, “Langkah ini sekarang sangat menentukan – langkah yang sebenarnya memaksa Assad menyerahkan bom-nya. Bom yang berarti senjata kimia. Ini langkah besar!”

Rusia, Amerika dan Ukraina mengirim ahli-ahli dan peralatan untuk membantu Suriah memenuhi target pemusnahan seluruh senjata kimianya pada pertengahan tahun 2014. Presiden Assad pekan ini mengatakan kepada stasiun televisi “Fox News” bahwa proyek pemusnahan senjata kimia ini bisa menelan biaya satu milyar dollar.

Pemusnahan senjata kimia adalah satu bidang dimana Rusia memiliki pijakan yang sama dengan Amerika.

Tetapi beberapa pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah Kremlin akan tetap menekan Assad untuk memusnahkan aset militer yang kuat itu. Sepanjang minggu ini para pejabat Rusia meragukan tuduhan-tuduhan Barat bahwa tentara Assad yang menembakkan gas sarin ke beberapa pemukiman kelompok oposisi di Damaskus bulan lalu.

Sebagai salah satu penandatangan perjanjian perlucutan senjata dengan Amerika, Rusia kini merupakan salah satu pemain dalam proses pemusnahan senjata kimia Suriah. Para analis ingin tahu apakah Kremlin akan mengambil langkah berikutnya yaitu menekan Presiden Assad untuk menerima solusi politik bagi perang saudara di Suriah.

Surat kabar Inggris “The Guardian” hari Jumat melaporkan apa yang tampaknya sebagai desakan gencatan senjata oleh Wakil Perdana Menteri Suriah Qadri Jamil. Dalam waktu beberapa jam partainya sendiri membantah pernyataannya.

Rusia dan Amerika kini mendesak perundingan perdamaian Suriah di Jenewa. Pemerintah Obama menghadapi kesulitan untuk mengajak para pemberontak Suriah menghadiri perundingan damai itu.

Hari Jumat, seorang pejabat inteljen Rusia mengatakan sedikitnya 400 jihadis Rusia berperang di Suriah – membela para pemberontak. Sebagian besar berasal dari Kaukasus, wilayah yang umumnya berpenduduk Muslim yang sejak lama diguncang pemberontakan.

Dalam jangka pendek, diplomasi yang dipimpin Rusia tampaknya memiliki momentum. Meskipun demikian Presiden Rusia Vladimir Putin hari Kamis mengatakan ia tidak 100% yakin bahwa perjanjian tentang senjata kimia itu akan berhasil, tetapi ia melihat ada alasan untuk berharap perjanjian tersebut akan berhasil.