Pertemuan Puncak dengan Pemimpin China Soroti Harapan yang Tak Terpenuhi di Taiwan

  • Ralph Jennings

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou (kiri) dalam KTT di Singapura (7/11).

Perjanjian perdagangan telah membantu meningkatkan total impor dan ekspor menjadi 130 miliar dolar tahun lalu. China adalah mitra dagang utama dan tujuan utama investasi Taiwan.

Presiden Taiwan dan presiden China berupaya memperkokoh iktikad baik pada pertemuan puncak pertama kedua pemimpin itu hari Sabtu (7/11) lalu. Tetapi sedikit sekali sambutan dari Taiwan, yang merupakan pesaing politik dan militer China selama hampir tujuh dekade.

Rakyat Taiwan menyatakan hubungan lebih erat selama tujuh tahun ini telah memberikan sedikit keuntungan nyata seperti manfaat ekonomi atau terhindarinya perang.

China mengklaim kedaulatan atas Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sejak tahun 1940-an. Hubungan dingin mulai membaik pada tahun 2008, sewaktu kedua pihak menyusun serangkaian perjanjian untuk menghubungkan kedua perekonomian itu. Kini di Taiwan, di mana ekonomi menyusut dalam kuartal ke-tiga tahun ini, rakyat mempertanyakan manfaat pertemuan kedua pemimpin itu.

Liu Yi-jiun, guru besar di Fo Guang University di Taiwan, mengatakan, rakyat Taiwan menghendaki tercapainya kemajuan pada hari Sabtu (7/11), sewaktu kedua presiden bertemu untuk pertama kalinya, setelah pertemuan itu direncanakan selama dua tahun.

"Kami berpengharapan tinggi, karena selama 66 tahun belakangan, kedua pemimpin tertinggi dari China dan Taiwan belum pernah bertemu. Konsesi, secara politis dan ekonomis, dijanjikan akan muncul dalam pertemuan tersebut. Tetapi hingga saat-saat terakhir, kami tidak melihat sesuatupun yang muncul," kata Liu Yi-jiun.

Presiden Taiwan Ma mengatakan kepada Presiden China Xi Jinping bahwa ia prihatin mengenai misil-misil China dan bahwa rakyatnya frustrasi karena China menghalangi hubungan luar negeri Taiwan. Beijing memiliki 170 sekutu, sementara Taiwan 22, suatu kesenjangan yang membuat China terus menghambat Taiwan membangun diplomasinya.

Meskipun China membiarkan Taiwan menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Singapura dan Selandia Baru, keduanya sekutu Beijing, China tidak mengizinkan Taiwan bergabung dengan PBB atau organisasi-organisasi internasional lainnya. Presiden China hari Sabtu (7/11) menyatakan misil-misil negara itu tidak ditujukan ke Taiwan.

Para pejabat Taiwan menyatakan kesepakatan dengan China sejauh ini telah menciptakan 9.600 kesempatan kerja bagi sekiar 23 juta rakyatnya. Perjanjian yang membuka pariwisata mendatangkan sekitar 2,8 juta warga China daratan ke Taiwan tahun lalu, naik dari sebelumnya, yakni nol pada tahun 2007.

Perjanjian perdagangan telah membantu meningkatkan total impor dan ekspor menjadi 130 miliar dolar tahun lalu. China adalah mitra dagang utama dan tujuan utama investasi Taiwan.

Rakyat biasa mengeluh manfaat 23 perjanjian itu kebanyakan hanya dirasakan oleh pemilik perusahaan-perusahaan besar.

Di pasar modal Taiwan, investasi China hanyalah sebagian kecil dari kuota yang ditetapkan pemerintah Taiwan. Tseng Ming-chung, ketua Komisi Pengawasan Finansial, mengatakan dalam wawancara Jumat lalu bahwa pemerintah menyetujui hampir semua permohonan investasi. ​Ia mengatakan jumlah uang yang diinvestasikan sedikit sekali.

Tseng menambahkan bahwa pemerintah Taiwan tidak menolak investasi tersebut. Ia menyatakan institusi-institusi di China daratan tidak dapat dengan bebas membangun lembaga investasi domestik yang berkualitas.

China bersikeras mengenai unifikasi dengan Taiwan kelak meskipun berbagai jajak pendapat menunjukkan sebagian besar rakyat Taiwan menentang tujuan itu. Demonstran Taiwan dalam unjuk rasa akhir pekan lalu menyatakan mereka menghendaki China berkomitmen untuk meletakkan senjata.

Nathan Liu, profesor diplomasi dan hubungan internasional di Ming Chuan University di Taiwan, mengatakan, sebagian rakyat mengharapkan saling pengertian mengenai bagaimana China dan Taiwan saling menghormati pada jangka panjang.

Presiden Ma harus meletakkan jabatannya tahun depan karena masa jabatannya berakhir. Reaksi menentang perjanjian ekonomi dengan China memicu protes massal di jalan-jalan pada Maret 2014 dan membuat kandidat partai opsisi utama Taiwan unggul dalam jajak pendapat menjelang pemilihan presiden Januari mendatang. Para analis menyatakan pertemuan puncak para pemimpin hari Sabtu lalu kecil sekali pengaruhnya dalam mengubah pendirian pemilih. [uh/lt]