Pertempuran Baru Tewaskan Puluhan Korban di Afghanistan 

Pasukan keamanan mengambil bagian dalam operasi yang sedang berlangsung melawan militan Taliban di distrik Arghandad di provinsi Kandahar, Afghanistan, 2 November 2020. (Foto: dok)

Bentrokan sengit malam hari antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Taliban di timur laut Afghanistan dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 40 tentara dan pemberontak di kedua belah pihak.

Kementerian Pertahanan Afghanistan, Selasa (9/1) mengkonfirmasi pertempuran di provinsi Kunduz itu menewaskan empat tentara dan 15 pemberontak.

Sumber keamanan di Kunduz yang tidak mau disebutkan namanya, kepada VOA menyatakan bahwa serangan Taliban itu menewaskan 25 pasukan Afghanistan dan merebut dua pos di garis depan yang kemudian dibakar oleh sejumlah pemberontak.

Verifikasi rincian pertempuran tidak bisa dilakukan di provinsi Afghanistan yang bergejolak di mana Taliban menguasai atau memiliki pengaruh di banyak distrik.

BACA JUGA: AS Kurangi Tentara jadi 2.500 di Afghanistan, Sesuai Perintah Trump

Ghulam Rabani Rabani, seorang anggota dewan provinsi, juga mengatakan kepada wartawan bahwa pasukan Afghanistan menderita sedikitnya 25 korban dalam pertempuran malam hari tersebut.

Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid membenarkan bahwa kelompok tersebut berada di balik pertempuran itu namun tidak memberi rincian lebih lanjut.

Kekerasan itu terjadi bahkan ketika Taliban dan perwakilan pemerintah Afghanistan mengadakan pembicaraan damai di Doha, ibu kota Qatar, di mana para pemberontak mempertahankan jabatan politik mereka.

Dalam evaluasi terakhirnya hari Selasa (19/1), PBB mengkonfirmasi pertempuran yang berlanjut di tujuh provinsi Afghanistan, termasuk Kunduz mengakibatkan beberapa ribu warga sipil mengungsi dalam beberapa hari terakhir.

Sementara konflik ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir, organisasi amal Save the Children memperingatkan dalam sebuah laporan pada Selasa (19/1) bahwa lebih dari 18 juta warga Afghanistan, hampir setengah dari penduduk negara yang dilanda konflik itu, "sangat membutuhkan bantuan." Jumlah tersebut termasuk 9,7 juta anak, menurut organisasi global itu. [mg/jm]