Perancis Siap Tarik 2.000 Tentara dari Wilayah Sahel

Pasukan Barkhane Perancis saat akan meninggalkan pos mereka di kota Gao, Mali Jumat, 9 Juni 2021.

Presiden Perancis Emmanuel Macron hari Jumat (9/7) mengatakan negaranya siap menarik mundur lebih dari 2.000 tentaranya dari pasukan anti-ekstremisme di wilayah Sahel, Afrika, dalam beberapa bulan mendatang.

Macron bulan lalu mengumumkan pengurangan personil militer Perancis di masa depan dengan alasan keberadaan mereka tidak lagi sesuai dengan kebutuhan di wilayah itu.

Pasukan Barkhane Perancis – yang beroperasi di Mali, Chad, Niger, Burkina Faso dan Mauritania – juga mendapat tantangan dari sejumlah warga Afrika.

Setelah melangsungkan pembicaraan dengan sejumlah pemimpin negara-negara Afrika yang terlibat, Macron mengumumkan bahwa dalam jangka panjang, Perancis akan mengurangi pasukkan menjadi 2.500 – 3.000 tentara dalam. Saat ini ada 5.000 personil tentara Perancis di wilayah itu.

BACA JUGA: Serangan di Mali, 13 Penjaga Perdamaian PBB Terluka 

Pemimpin Perancis bersikeras bahwa negaranya tidak meninggalkan mitra Afrika mereka dan akan terus membantu untuk memerangi kelompok-kelompok tertentu yang terkait Al Qaida dan kelompok ISIS.

“Perancis tidak memiliki kepentingan atau keinginan untuk tinggal selamanya di Sahel,” ujar Macron. “(Pasukan) kami berada di sana karena diminta.”

Pasukan Perancis telah berada di Mali sejak tahun 2013, ketika mereka melakukan intervensi untuk mengusir pemberotak ekstremis Islam dari kota-kota di bagian utara negara itu.

Operasi "Serval" itu kemudian digantikan oleh pasukan Barkhane dan diperluas ujntuk mencakup negara-negara lain guna membantu menstabilkan wilayah Sahel yang lebih luas.

Namun demikian, militan Islam terus melancarkan serangan yang menghancurkan terhadap militer yang memerangi mereka, serta semakin meningkatkan serangan terhadap warga sipil.

Ratusan orang tewas sejak Januari lalu dalam serangkaian pembantaian yang menarget desa-desa di sepanjang perbatasan Niger dan Mali.

Meskipun pemerintah di Sahel menerima dengan terbuka bantuan militer Perancis, sebagian kritikus menyamakan kehadiran mereka dengan sisa-sisa pemerintahan kolonial Perancis.

BACA JUGA: Serangan Paling Mematikan di Burkina Faso, Lebih dari 160 Orang Tewas

Perancis, tegas Macron, selama enam bulan ke depan akan tetap memusatkan perhatian untuk menyelesaikan Operasi Barkhane dan mengatur ulang pasukan.

Selama enam bulan ke depan militer Perancis akan menutup pangkalan Barkhane di Timbuktu, Tessalit dan Kidal; dan mulai mengkonfigurasi ulang kehadirannya dalam beberapa minggu mendatang supaya fokus pada daerah-daerah perbatasan diantara Mali, Burkina Faso dan Niger yang sedang bergolak.

Presiden Niger Mohammed Bazoum, yang berbicara bersama Macron, menyambut baik dukungan dan pelatihan yang diberikan militer Perancis sesuai dengan apa yang dibutuhkan negara itu. [em/pp]