Penumpang di Atas Atap Kereta, Bukti Pemerintah Gagal Atasi Kemacetan

  • Brian Padden

Banyaknya penumpang di atas atap kereta menjadi bukti bahwa pemerintah gagal menyediakan fasilitas transportasi yang memadai (foto: dok).

Beberapa upaya terakhir pemerintah Indonesia supaya orang tidak lagi naik ke atas atap kereta api, memperkuat persepsi bahwa pemerintah gagal membuat investasi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas yang terjadi terus menerus.

Pada jam-jam sibuk pagi dan siang hari, banyak anak muda yang tampak menumpang kereta api dengan naik di atas atap gerbongnya. Beberapa di antara mereka melakukan hal ini untuk menghindari kondisi terlalu padat dan panas menyesakkan di dalam kereta api. Lainnya naik ke atas atap kereta api agar tidak perlu membayar ongkos yang hanya sebesar 2.500 rupiah.

Aris Chandra yang berusia 23 tahun mengatakan, naik di atas atap kereta api sebenarnya lebih aman dibandingkan dengan cara bergelantung di pintunya yang terbuka. Menurut Chandra justru banyak penumpang terjatuh dari pintu kereta yang terbuka (akibat desakan dari penumpang lainnya), sementara penumpang di atas atap bisa lebih berhati-hati.

Untuk menghentikan apa yang disebut “peselancar kereta”, pihak berwenang telah memasang kawat berduri dan menyemprotkan cat berwarna ke arah penumpang yang melanggar peraturan itu. Kini pihak berwenang menghentikan pemasangan bola-bola beton yang bergelantungan di atas rel kereta api di luar beberapa stasiun kereta guna menghalangi orang naik ke atas atap kereta api.

Chairul Badri – seorang penumpang kereta api mengatakan, berbagai upaya itu tidak efektif karena jumlah penumpang melampaui kapasitas sistem transit tersebut.

“Hingga saat ini pemerintah telah berupaya melakukan yang terbaik, tetapi kereta api dari hari ke hari semakin padat, dan pemerintah kesulitan menangani mereka,” ujar Badri.

Lebih dari 27 juta orang tinggal di Jakarta dan komunitas yang meluas di pinggiran kota. Sistem jalan raya kota Jakarta juga telah sangat padat dan kemacetan menjadi semakin parah. Tahun lalu, perkembangan pesat ekonomi di Indonesia memicu naiknya jumlah penjualan mobil dan sepeda motor baru, meskipun konstruksi jalan raya baru tetap tertinggal.

Perencana perkotaan Suryono Herlambang dari Universitas Tarumanegara mengatakan, meskipun pemerintah bicara tentang sistem transit baru bernilai milyaran dolar, tidak ada itikad politik untuk mengambil langkah-langkah yang relatif mudah – seperti penambahan jumlah gerbong kereta api antara Jakarta dan kota-kota pinggirannya.

Herlambang mengatakan, mereka (pejabat pemerintah) semua tahu bahwa Jakarta telah memiliki jaringan kereta api antara Jakarta, Bekasi, Bogor, dan Tangerang tetapi meningkatkan jumlah gerbong bukan prioritas bagi pemerintah. Dia mengatakan solusi jangka panjang terletak pada peningkatan dan meningkatkan layanan kereta api di wilayah tersebut. Tapi "peselancar kereta" mengatakan selama kereta penuh sesak, mereka akan menemukan cara untuk naik di atas atap.