Penjual Buku Hong Kong Hilang Secara Misterius

Pemimpin siswa Joshua Wong (tengah) dan anggota lainnya kelompok Scholarism memprotes hilangnya penjual buku Hong Kong di luar konsulat Inggris di Hong Kong, 6 Januari 2016.

Para pejabat Inggris mendesak pemerintah China untuk menanggapi nasib penjual buku Hong Kong yang baru-baru ini menghilang. Pengamat mengatakan, hilangnya penjual buku itu mengancam kebebasan berekspresi dan kebebasan yang telah lama menjadi ciri khas kota pelabuhan itu.

Kebebasan pers di Hong Kong mendominir lawatan dua hari Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond ke Beijing Rabu (6/1), sementara misteri hilangnya penjual buku Hong Kong semakin mendalam minggu ini.

Inggris menyerahkan kendali atas bekas koloninya itu kepada China pada tahun 1997, dengan janji bahwa pemerintah China akan mempertahankan model satu negara dua sistem untuk wilayah administratif khusus itu. Menlu Hammond mengomentari hilangnya Lee Bo, penerbit buku yang mengkritik pemimpin China, dan hilang di Hong Kong pekan lalu.

Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond berbicara dalam konferensi pers gabungan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi (tidak terlihat di foto) setelah bertemu di Kementerian Luar Negeri, di Beijing, China, 5 Januari 2016.

"Lee Bo, mempunyai paspor Inggris dan menghilang, kami telah mendesak kedua otoritas baik Hongkong maupun China jika mereka mengetahui keberadaan dirinya," kata Hammond.

Lee berusia 65 tahun adalah pemegang saham Causeway Bay Books, sebuah toko yang menjual buku-buku tentang kehidupan pribadi para pemimpin China. Pekan ini, kantor berita Taiwan menerbitkan surat yang konon ditulis oleh Lee yang mengatakan, ia telah pergi ke China secara sukarela untuk bekerja dengan pihak-pihak terkait. Kemudian, istrinya, Sophie Choi melaporkan bahwa suaminya hilang pada hari Senin.

Tom Leander dari Society of Publishers, sebuah asosiasi penerbit, menyatakan keprihatinan dengan kurangnya pembelaan dari pemerintah Hong Kong dan Kepala Eksekutif C.Y. Leung.

"Saya tahu bahwa Kepala Eksekutif Hongkong, CY Leung mengatakan tidak konstitusional kalau penjual buku itu diciduk tanpa sepengetahuan polisi Hongkong di perbatasan. Namun ia belum membuat komentar langsung atas situasi itu dan dia belum mendekati Beijing langsung tentang hal itu. Ini situasi yang sulit karena keistimewaan Hong Kong adalah penegakan hukum dan kebebasan persnya," kata Leander.

Dalam beberapa pekan terakhir, media China telah menerbitkan editorial yang mengritik perusahaan penerbitan Lee yang mengatakan bahwa penerbitannya, "isinya kasar dan dibuat-buat" dan "berpengaruh buruk" di China. Pemerintah China tidak memberi informasi tentang keberadaan penjual buku yang hilang itu. Ketika ditanya tentang kasus itu, pejabat China mengatakan bahwa setiap warga negara yang lahir di Hong Kong keturunan Tionghoa adalah warga negara China, dan memperingatkan jangan ada campur tangan negara lain dalam urusan dalam negeri China. [ps/jm]