Pengadilan Federal AS Tangguhkan Larangan Pendatang Baru Trump

Jaksa Agung Hawaii Douglas Chin menjawab pertanyaan media terkait tanggapan terhadap kebijakan larangan pendatang terbaru Presiden Trump di Pengadilan Distrik Sirkuit 9 di Honolulu, Hawaii, 15 Maret 2017. (REUTERS/Hugh Gentry).

Dua pengadilan federal Amerika telah mengeluarkan putusan yang menghentikan untuk sementara upaya kedua Presiden Donald Trump menggunakan inpres untuk membatasi siapa yang diizinkan memasuki Amerika.

Seorang hakim di Hawaii menghalangi pemberlakuan perintah mengenai penangguhan masuknya pengungsi dan larangan pengeluaran visa baru bagi orang-orang yang berasal dari enam negara. Seorang hakim federal di Maryland juga mengutip pernyataan-pernyataan Trump dalam putusan terpisah hari Kamis. Akan tetapi putusan itu hanya berlaku pada larangan pengeluaran visa yang tercantum dalam perintah eksekutif presiden, bukan pada program penerimaan pengungsi.

Hakim Derrick Watson, Rabu (15/3) menyatakan bahwa gugatan hukum yang diajukan negara bagian Hawaii kemungkinan diterima karena perintah eksekutif Presiden Trump melanggar Konstitusi, yang mewajibkan tindakan pemerintahan terutama untuk tujuan sekuler.

Ia menyebut tentang pernyataan-pernyataan Trump dan kolega-koleganya sebelum dan sesudah presiden terpilih pada bulan November. Trump pernah mengampanyekan larangan bagi seluruh Muslim untuk memasuki Amerika Serikat, kebijakan yang kemudian diubah menjadi “pemeriksaan latar belakang yang sangat ketat” terhadap orang-orang dari negara-negara yang terkait dengan terorisme.

Hakim Watson mengatakan kasus yang diperiksanya itu memiliki bukti signifikan dan tak terbantahkan mengenai tujuan keagamaan yang menggerakkan dikeluarkannya perintah eksekutif ini dan perintah terkait sebelumnya.

Pemerintah Trump menyatakan larangan itu diperlukan untuk melindungi negara dari ancaman terorisme. Ini mencakup larangan empat bulan bagi masuknya pengungsi dan dihentikannya pengeluaran visa selama tiga bulan bagi orang-orang yang berasal dari Iran, Suriah, Yaman, Libya, Somalia dan Sudan. Perintah tersebut seharusnya mulai berlaku hari Kamis ini (16/3) sebelum pelaksanaannya ditangguhkan pengadilan.

Perintah pada versi sebelumnya itu mencakup Irak dalam negara-negara target, serta sebuah ketentuan yang mengecualikan kelompok-kelompok agama minoritas dari larangan tersebut.

Semua negara target itu berpenduduk mayoritas Muslim. Hakim Watson menolak argumen pemerintah bahwa karena negara-negara tersebut tidak mencakup seluruh populasi Muslim dunia, maka perintah eksekutif presiden itu bukanlah larangan terhadap Muslim.

Departemen Kehakiman, yang mewakili pemerintah dalam kasus itu, menyatakan tidak sependapat dengan putusan hari Rabu (15/3), dan menyebutnya “cacat dalam alasan dan cakupan.” [uh/ab]