"Peace Corps" Rayakan Ulang Tahun ke-60

Para relawan "Peace Corps", organisasi relawan Amerika yang hendak menggalakkan perdamaian dan persahabatan (foto: ilustrasi).  

1 Maret 60 tahun yang lalu Presiden John F. Kennedy menandatangani perintah eksekutif bagi pembentukan "Peace Corps", sebuah organisasi relawan Amerika yang hendak menggalakkan perdamaian dan persahabatan. 

Visi pembentukan "Peace Corps" ini sudah muncul enam puluh tahun yang lalu pada 1 Maret 1961. Presiden AS ketika itu John Kennedy menguraikan program dan peluang bagi warga muda Amerika untuk pergi ke luar negeri, tidak hanya bahu membahu dengan warga negara lain, tetapi juga belajar dari mereka.

“Yang menjadikannya berbeda di sini, anggota Peace Corps tidak digaji. Mereka akan pergi ke luar negeri, hidup dengan standar kehidupan yang sama dengan rakyat negara-negara lain. Mereka akan tinggal selama dua sampai tiga tahun dan membaktikan sebagian hidup mereka untuk perdamaian dan mempererat hubungan yang mengikat manusia di seluruh dunia,” kata Kennedy.

Ketika itu, ini adalah gagasan yang sangat progresif, tetapi 60 tahun kemudian ide Peace Corps menjadi kenyataan.

Alan Price adalah Direktur Presidential Library dan Museum John F Kennedy. “Ini gagasan yang luar biasa. Berkat kerja keras para relawan dan kerja keras negara tuan rumah, saya rasa strategi jangka panjangnya untuk menggalakkan perdamaian dan persahabatan sangat sukses.”

Selama 60 tahun, sekitar 241 ribu relawan Peace Corps telah berpartisipasi di lebih dari 14 negara di seluruh dunia, demikian kata Penjabat Direktur Peace Corps Carol Spahn, yang juga mencatat variasi usia dari para pesertanya.

“Usia relawan Peace Corps berkisar dari 20 sampai 85. Sebagian besar berusia sekitar 20-an, tetapi ketika saya berperan sebagai direktur tingkat negara di Malawi, kami memiliki relawan paling tua ketika itu. Dia berusia 82 tahun dan dia luar biasa,” ujar Carol.

Carol Spahn sendiri pernah menjadi relawan. Ketika berusia 26 tahun, dia bekerja untuk Peace Corps di Rumania. Saat itu tiga tahun setelah kejatuhan kekuasaan komunis, dan ada orang yang curiga, tetapi baginya, pengalaman itu sangat berkesan dan memengaruhi hidupnya.

“Yang terjadi dengan banyak relawan Peace Corps adalah kita memiliki pandangan atau harapan tertentu. Ketika kita hidup dan bekerja bersama orang-orang yang berbeda dari kita, kita mulai bertanya-tanya dan kalau itu disertai keingintahuan yang besar, kita akan mengetahui apa alasan di belakang itu, mengapa hal-hal di sana berbeda dari apa yang biasa ditemui di negara kita, dan mengapa orang-orang mempunyai nilai-nilai tertentu dan apa sejarah yang melatarbelakanginya,” ungkapnya.

Dwayne Matthews juga pernah menjadi relawan. Dia berdinas di Malawi dari 2013 sampai 2015. Dia berasal dari Little Rock, Arkansas, dan belum pernah pergi ke luar negeri.

“Ketika saya tiba di Malawi, itu benar-benar sebuah guncangan budaya bagi saya. Pada minggu pertama, itu sangat menakutkan, tetapi ketika saya meninggalkan Peace Corps, saya menangis karena harus meninggalkan Malawi. Ini merupakan pilihan terbaik yang saya ambil sebagai seorang yang beranjak dewasa waktu itu.”

Selama di Malawi, dia berdinas sebagai penasihat kesehatan masyarakat dan mengerjakan berbagai proyek. Salah satunya adalah menggalang dana sebesar $7 ribu yang dihibahkan untuk membangun sebuah pusat remaja di Malawi.

Matthews mengatakan, pelajaran dan ketrampilan yang diraihnya sebagai relawan Peace Corps tidak mungkin diperolehnya seandainya dia tidak berdinas di Peace Corps. [jm/ka]