PBB Soroti Catatan HAM Amerika

Seorang demonstran ditangkap karena melanggar jam malam di Baltimore, pasca kerusuhan awal Mei 2015. PBB tampaknya akan menyoroti kian maraknya konflik antara polisi dan warga minoritas di Amerika, pada Senin 11 Mei 2015. (REUTERS/Eric Thayer)

PBB hari Senin (11/4) akan mengkaji pelaksanaan HAM di Amerika – negara yang dinilai paling berhasil menerapkan HAM.

Amerika akan menghadapi Kajian Universal Periodik, yang memang harus dijalani ke-193 anggota PBB setiap empat tahun sekali.

Amerika tampaknya akan mendapat sorotan tajam di Jenewa, terkait pertanyaan-pertanyaan tentang serangkaian pembunuhan laki-laki Amerika keturunan Afrika yang tidak bersenjata oleh polisi baru-baru ini.

Isu-isu lain yang tampaknya akan mengemuka dalam pertemuan itu adalah besarnya jumlah imigran ilegal yang ditahan, termasuk anak-anak, kondisi penjara-penjara di Amerika dan tahanan yang diisolir dalam jangka waktu yang panjang, serta masih diberlakukannya hukuman mati.

Pemantauan massal terhadap warga Amerika yang telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun ini tampaknya juga akan dibahas dalam kajian tersebut. Apa yang disebut sebagai “Patriot Act” yang menjadi landasan bagi banyak kegiatan pemantauan yang dilakukan Amerika, akan menjadi perdebatan di Kongres menjelang tenggat pertama pencabutan undang-undang itu bulan Juni mendatang.

Warisan Amerika dalam “perang melawan teror,” yaitu dugaan penyiksaan yang dilakukan Badan Inteljen Amerika CIA dan kegagalan menutup pusat tahanan Teluk Guantanamo di Kuba, tampaknya juga akan dikaji-ulang.

“Hanya ada sedikit kemajuan yang ditunjukkan Amerika dibanding begitu banyak komitmen yang disampaikan pada Kajian Universal Periodik pertama,” ujar Direktur Advokasi di Human Rights Watch Antonio Ginatta.

Amerika menjalani kajian pertama tahun 2010, tetapi beberapa aktivis mengatakan baru sedikit yang dilakukan untuk mewujudkan 171 rekomendasi yang diterima dari 240 rekomendasi yang dijanjikan.

“Dunia akan mempertanyakan hal-hal ini kepada negara yang menilai dirinya sebagai negara yang paling berhasil menerapkan HAM,” ujar Jamiil Dakwar, Direktur Program HAM American Civil Liberties Union. “Dunia ingin mengetahui jawaban yang bermakna dan rencana tindakan yang konkrit.”