PBB Katakan UU Myanmar yang Diskriminatif Timbulkan Keraguan pada Pemilu

  • Lisa Schlein

Petugas dari Komisi Pemilihan Umum mengatur surat suara untuk pemungutan suara awal untuk pemilihan umum 8 November mendatang di pinggiran Yangon, Myanmar, 29 Oktober 2020. (Foto: AP)

Kantor hak asasi manusia PBB memperingatkan UU kewarganegaraan dan pemilihan Myanmar yang diskriminatif menimbulkan keraguan pada keadilan pemilu minggu depan dan menempatkan proses peralihan negara itu menuju demokrasi, dalam situasi berisiko.

Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia mengatakan aturan dan UU baru yang diberlakukan menjelang pemilihan umum 8 November di Myanmar menciptakan lebih banyak pembatasan pada hak warga Myanmar untuk berpartisipasi dalam proses politik ini. Yang paling terkena dampaknya adalah warga Muslim Rohingya dan populasi etnis Rakhine di negara bagian Rakhine.

Juru Bicara Hak Asasi Manusia PBB, Ravina Shamdasani, kepada VOA mengatakan keputusan yang diumumkan pada pertengahan Oktober oleh Komisi Pemilihan Umum secara signifikan mencabut hak kelompok minoritas ini.

Seorang pria lanjut usia melakukan pemungutan suara lebih awal untuk pemilihan umum 8 November mendatang di kediamannya di pinggiran Yangon, Myanmar Kamis, 29 Oktober 2020. (Foto: AP)

“Jadi, meskipun mereka bisa memilih, pemilihan umum tidak berlangsung di banyak kota kecil ini. Seperti yang saya katakan, pemilu tidak akan berlangsung di 56 kota kecil di seluruh negeri. Dari jumlah tersebut, sembilan kota berada di Rakhine dan semuanya tidak bisa memilih," kata Shamdasani.

Pada bulan April, pemerintah memberlakukan kebijakan berupa sebuah arahan kepresidenan yang mengecam ungkapan kebencian di hadapan publik. Namun meskipun ada arahan ini, badan HAM PBB mengatakan telah terjadi penyebaran kebencian yang tak henti-hentinya terhadap warga muslim di Facebook.

BACA JUGA: Pemungutan Suara Dini Dimulai dalam Pemilu Myanmar 

Kantor hak asasi manusia mengecam berlanjutnya pembatasan kebebasan berpendapat, berekspresi dan mengakses informasi. Kantor HAM mencatat penutupan internet masih berlaku di delapan kota di negara bagian Rakhine dan Chin, dan sangat membatasi penduduk untuk bisa bertukar informasi.

Shamdasani mengatakan pemerintah telah menggunakan situasi memburuknya Covid-19 di negara itu dan mengeluarkan perintah tinggal di rumah di daerah tertentu.

Your browser doesn’t support HTML5

PBB Katakan UU Myanmar yang Diskriminatif Timbulkan Keraguan pada Pemilu

“Dalam konteks perintah ini — misalnya, jurnalis digolongkan non esensial. Ini artinya benar-benar menghambat kemampuan mereka untuk keluar, meliput pemilu dan meliput kampanye tentang ujaran kebencian dan pencabutan hak serta mengenai semua yang kami jelaskan di sini, dan itu sangat mengkhawatirkan," katanya.

Badan HAM PBB menyerukan Myanmar untuk mengecam ungkapan kebencian dan mempromosikan toleransi dan non-diskriminasi dalam pidato oleh pejabat publik dan para kandidat. Ia mendesak pemerintah agar mengambil langkah-langkah untuk menjamin hak partisipasi politik. [my/jm]