Pandemi Terus Merebak, Pesta Perkawinan Tradisional Kashmir Terpaksa Dimodifikasi

  • Associated Press

Warga Kashmir menyiapkan berbagai macam makanan untuk pesta perkawinan di Kashmir-India

Tradisi pesta perkawinan tradisional Kashmir yang mewah tetap bertahan selama berabad-abad.  Tetapi pandemi virus corona dan berbagai pedoman yang harus diikuti mengubah hal itu. 

Terus merebaknya pandemi virus corona membuat pihak berwenang di seluruh dunia menerapkan pedoman yang sangat ketat, mulai dari pembatasan fisik, keharusan mengenakan masker dan mencuci tangan, hingga penutupan sebagai atau seluruh wilayah dan penghentian kegiatan. Hal ini ikut menimbulkan dampak pada penyelenggaraan pesta-pesta perkawinan tradisional, termasuk di daerah Kashmir. Otorita setempat kini membatasi jumlah tamu yang diundang, tergantung zonasi daerah di mana pesta perkawinan itu akan dilangsungkan.

Beberapa bulan sebelum pandemi merebak, keluarga Khalid Bashir telah membuat daftar undangan dan merencanakan upacara tradisional untuk merayakan pesta perkawinan kakaknya. Tetapi pada akhirnya hanya 150 orang yang diundang, sebagian besar merupakan anggota keluarga dan sahabat dekat.

“Kami semula memperkirakan akan mengundang lebih dari 800 orang, tetapi sayangnya pandemi Covid-19 ini membuat jumlah tamu kami kurangi hingga hanya 150 orang saja, termasuk keluarga pihak laki-laki dan perempuan, serta anak-anak mereka.”

Tradisi Wazwan Terpaksa Dimodifikasi

Pesta perkawinan tradisional orang Kashmir dikenal rumit. Ada sajian makanan yang harus dimasak di atas kayu bakar sepanjang malam oleh juru masak profesional yang disebut “wazas.” Ratusan tamu diundang untuk makan siang dan makan malam untuk menikmati sekitar 30 hidangan makanan. Pesta ini disebut sebagai “Wazwan.”

Tradisi "Wazwan" pada acara perkawinan di Kashmir

Hal unik dari “Wazwan” ini adalah hidangan makanan yang disajikan berasal dari daging anak domba, di mana setiap bagian – kecuali kulit, kepala dan kuku – digunakan untuk membuat masakan yang berbeda sehingga meminimalkan pemborosan. Upacara kawinan juga menjadi sumber pendapatan bagi disainer atau dekorator pesta dan juru masak.

Bagi juru masak Ghulam Qadir dan tim-nya yang biasa memasak lebih dari 30 jenis hidangan makanan, pandemi virus corona benar-benar memukul pendapatannya untuk tahun kedua secara berturut-turut.

Bulan Agusus 2019 lalu ketika India tiba-tiba mencabut status semi-otonom di wilayah Kashmir yang disengketakan, diikuti tindakan keras aparat keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, semua perayaan perkawinan dibatalkan dan kehancuran ekonomi tak terbendung.

“Setahun lalu pasca 5 Agustus itu kami menderita kerugian sangat besar. Terlebih setelah tibanya musim dingin. Kami berhadap dapat memulai bisnis yang baik tahun ini. Sayangnya pandemi melanda dunia dan Wazwan pun terkena dampaknya. Tahun ini saya menderita kerugian hingga 80%,” ujar Ghulam.

Warga menikmati hidangan "Wazwan" pada acara perkawinan di Kashmir.

Ghulam mengatakan, pandemi juga memberi tantangan baru yaitu menjaga diri mereka dan tamu-tamu yang menikmati hidangan aman, sambil tetap dapat memasak dan menyajikan hidangan pesta. Para juru masak itu dianjurkan mengenakan pakaian hazmat dan sarung tangan. “Kami telah melakukan semua pedoman keamanan, seperti mengenakan masker dan sering mencuci tangan. Kami mengikuti pedoman ini karena tidak ingin tamu-tamu menghadapi masalah kesehatan. Kami mengganti pakaian sebelum menyajikan makanan yang kami masak kepada para tamu.”

Dalam adat istiadat Wazwan, sebuah piring tembaga besar berisi nasi yang ditumpuk dengan berbagai hidangan daging kambing dan ayam, dinikmati oleh empat orang yang duduk bersila. Tradisi ini mengakar kuat dalam masyarakat Kashmir di semua kelas sosial masyarakat. Meskipun kerap ada kritik karena dinilai memboroskan makanan, praktik ini terus berlanjut.

Warga Kashmir Tetap Berharap Dapat Pertahankan Tradisi

Pandemi mengubah tradisi Wazwan ini. Alih-alih menyajikan beragam hidangan dalam satu piring besar, kini setiap tamu diberi sepiring kecil makanan.

Salah seorang tamu Bashir Ahmed mengatakan, “Pembatasan sosial tetap kami ikuti. Setiap orang mengenakan masker dan setiap orang menggunakan piring mereka sendiri-sendiri, bukan berbagi dalam satu piring besar. Meskipun kami tidak lagi dapat menikmati hidangan dalam satu piring besar berempat saja sebagaimana ada dalam tradisi sejak 300 tahun lalu, tetapi semua berlangsung dengan indah. Kami menikmati hal ini... Tapi.. kami memang merindukan tradisi lama kami.”

Pandemi virus corona telah menimbulkan dampak sangat besar pada kehidupan dan bisnis di Jammu dan Kashmir, di mana hingga laporan ini disampaikan total jumlah orang yang tertular virus corona mencapai lebih dari 7,5 juta orang, termasuk 115.000 korban meninggal dunia. [em/jm]