Menlu RI: Junta Myanmar Bertanggung Jawab atas Krisis yang Terjadi

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memberikan konferensi pers di Jakarta.

Pemerintah militer Myanmar bertanggung jawab atas minimnya kemajuan dalam rencana perdamaian yang disepakati dengan ASEAN, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi hari Kamis (3/11). Ia menambahkan, ASEAN telah menunaikan kewajibannya dalam upaya untuk mengakhiri perselisihan di negara itu.

Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mendesak Myanmar untuk mengimplementasikan rencana perdamaian yang telah disepakati tahun lalu untuk menghentikan pusaran kekerasan yang melanda negara itu sejak pihak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Myanmar pada Februari 2021.

Rencana yang disepakati 18 bulan lalu itu mencakup dilakukannya dialog yang bersifat konstruktif serta akses bagi bantuan kemanusiaan dan utusan khusus ASEAN.

BACA JUGA: Para Menlu ASEAN 'Lebih Bertekad' Selesaikan Krisis Myanmar

Retno, yang akan memimpin blok kawasan tersebut tahun depan, mengatakan kepada Reuters bahwa junta militer Myanmar lah yang patut disalahkan atas minimnya kemajuan di sana.

“Kritik itu tidak sepatutnya diarahkan ke ASEAN. Kritik itu seharusnya ditujukan kepada junta,” ujarnya dalam wawancara tersebut.

“Jika kita berbicara tentang siapa yang harus disalahkan, siapa yang gagal, itu bukan kami, bukan ASEAN. Kami sudah menunaikan kewajiban kami.”

Junta Myanmar tidak menanggapi permintaan berkomentar. Sebelumnya, pihak junta menyalahkan minimnya kemajuan pada ketidakstabilan di negara itu dan pandemi COVID-19.

Retno juga mengatakan bahwa mitra-mitranya di Asia Tenggara memiliki sejumlah rekomendasi baru untuk menerapkan rencana perdamaian itu menjelang KTT para pemimpin ASEAN minggu depan.

“Kami memfasilitasi dialog nasional yang akan membawa Myanmar keluar dari krisis politik. Dan kami tahu, yang bisa menyelesaikan masalah Myanmar adalah rakyat Myanmar sendiri, bukan pihak luar,” tuturnya.

BACA JUGA: Pakar PBB: Seperti Halnya Ukraina, Sebuah Koalisi Diperlukan untuk Menekan Junta Myanmar

ASEAN memiliki kebijakan yang sudah lama dijalankan untuk tidak campur tangan dalam urusan kedaulatan kesepuluh negara anggotanya. Namun blok itu menghadapi seruan dari para aktivis untuk meningkatkan tekanannya terhadap junta Myanmar.

Pekan lalu, blok itu mengaku masih berkomitmen pada apa yang disebut sebagai konsensus perdamaian lima poin, meskipun negara-negara anggota semakin frustrasi akan peningkatan aksi kekerasan di Myanmar, termasuk serangan udara pada sebuah konser dan eksekusi mati para pegiat demokrasi.

Menanggapi pertemuan minggu lalu, salah seorang juru bicara junta menyalahkan gerakan perlawanan bersenjata atas kekerasan yang terjadi. Ia mengatakan, tekanan untuk menetapkan kerangka waktu akan menciptakan lebih banyak implikasi negatif daripada implikasi positif.

ASEAN telah melarang para jenderal Myanmar untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi. Di sisi lain, junta tidak mengizinkan perwakilan non-politik untuk berpartisipasi. [rd/jm]