Seperti lotere, satu suara dalam pemilu berpeluang 0 sampai 1 berbanding 60 juta supaya kandidatnya menang, tapi banyak orang tetap memilih.
WASHINGTON —
Sekitar 133 juta warga Amerika akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum pada Selasa (6/11) ini. Mereka akan rela menunggu dalam antrean yang panjang, mengesampingkan beban pribadi atau kesulitan akibat Super Badai Sandy. Mengapa mereka melakukannya?
Satu suara tidak memiliki kesempatan besar dalam memutuskan kompetisi sangat ketat antara Presiden Barack Obama dan penantangnya Mitt Romney.
Kemenangan berselisih satu suara jarang terjadi bahkan pada pemilihan daerah atau negara bagian, yang menarik jumlah pemilih lebih sedikit. Jumlah pemilih terbesar, enam dari 10 orang dewasa yang memenuhi syarat, muncul pada pemilihan presiden. Namun satu suara saja tidak dapat menentukan pemilu, bahkan tidak pada penghitungan suara ulang pada 2000 yang melanda Florida.
Satu suara sangat mustahil memengaruhi hasil pemilu sehingga beberapa ekonom dan psikolog mendebatkan apakah memilih dalam pemilu merupakan tindakan yang rasional.
“Tidak diragukan dari pandangan rasional sederhana bahwa memilih itu tidak masuk akal,” ujar Kevin Lanning, psikolog politik dari Universitas Florida Atlantic.
“Bahkan di Florida, kemungkinan seseorang untuk tewas dalam kecelakaan mobil lebih tinggi dibandingkan kemungkinan menjadi suara penentu dalam pemilihan presiden.”
Meski demikian, Lanning tetap menggunakan hak pilihnya karena “ini merupakan tanggung jawab yang luar biasa.”
Andrew Gelman, profesor ilmu statistik dan politik di Universitas Columbia, adalah salah satu penulis sebuah penelitian sebelum pemilihan presiden 2008 yang menemukan bahwa rata-rata seorang pemilih memiliki kesempatan 1 berbanding 60 juta untuk menentukan kontes tersebut.
Sistem Electoral College berarti peluang tersebut berbeda-beda di tiap negara bagian. Tahun ini, kisaran rasionya adalah 1 berbanding sejuta sampai nol.
Namun, Gelman adalah seorang pemilih.
“Salah satu bagian dari peran kita sebagai warga negara adalah untuk memilih,” ujarnya.
Dan ia mengatakan bahwa pemilihan presiden dapat menjadi investasi yang rasional, sebagian karena hasilnya dapat memengaruhi begitu banyak orang. Seperti lotere, kemungkinan menang sangat kecil, tapi jika menang, maka segenap 315 juta orang Amerika mendapatkan hadiah lotere: Presiden yang diyakini akan melakukan upaya lebih untuk negara.
Selain itu, demokrasi bergantung pada pemilih, yang bekerja sebagai kelompok, untuk membuat keputusan. Jika jumlahnya turun terlalu rendah, legitimasi sistem akan terancam.
“Setiap empat tahun, kita terbagi antara Republik dan Demokrat, oleh perbedaan, dan sebagainya. Namun kita disatukan dalam tanggung jawab bersama untuk membuat Amerika terus berjalan dan dalam hak istimewa untuk berpartisipasi di dalamnya,” ujar Lanning.
Bagi banyak orang, memilih adalah tradisi keluarga.
Kevin Lovely, 42, dari Pensacola, Florida, menggunakan hak pilihnya pertama kali pada usia 18 tahun karena didorong oleh neneknya, dan selalu memilih sejak saat itu.
“Saya selalu ingin menggunakan hak pilih, dan saya percaya suara saya akan berpengaruh,” ujar Lovely.
Veronica Padilla ari Las Vegas sudah menegaskan pentingnya memilih pada putranya yang berusia 13 tahun.
“Saya katakan padanya untuk tidak memilih kandidat karena ia yang paling populer. Tapi ia harus memilih apa yang ia yakini,” ujarnya.
Tim Farmer, mahasiswa hukum Universitas Denver, mengikuti kampanye Romney satu haru dan Obama hari berikutnya karena ia merasa bertanggung jawab untuk membuat pilihan yang benar.
“Jumlah suara yang salah akan membuat orang yang salah terpilih,” ujar Farmer.
Adam Brandstetter tahu suaranya tidak akan memengaruhi hasil pemilihan. Ia akan memberikan suara pada kandidat Libertarian Gary Johnson, yang tidak memiliki kemungkinan untuk menang.
Namun ia menikmati rasa kebersamaan komunitas dalam hari-hari pemilihan di Crystal Lake, Illinois. Ia akan datang ke tempat pemilihan, makan siang dan bercengkerama dengan kawan-kawannya.
Rasanya menyenangkan bisa memilih, ujar Brandsetter, untuk meluangkan waktu menghargai bahwa “kita ada di Amerika. Kita memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pendapat kita.” (AP/Connie Cass)
Satu suara tidak memiliki kesempatan besar dalam memutuskan kompetisi sangat ketat antara Presiden Barack Obama dan penantangnya Mitt Romney.
Kemenangan berselisih satu suara jarang terjadi bahkan pada pemilihan daerah atau negara bagian, yang menarik jumlah pemilih lebih sedikit. Jumlah pemilih terbesar, enam dari 10 orang dewasa yang memenuhi syarat, muncul pada pemilihan presiden. Namun satu suara saja tidak dapat menentukan pemilu, bahkan tidak pada penghitungan suara ulang pada 2000 yang melanda Florida.
Satu suara sangat mustahil memengaruhi hasil pemilu sehingga beberapa ekonom dan psikolog mendebatkan apakah memilih dalam pemilu merupakan tindakan yang rasional.
“Tidak diragukan dari pandangan rasional sederhana bahwa memilih itu tidak masuk akal,” ujar Kevin Lanning, psikolog politik dari Universitas Florida Atlantic.
“Bahkan di Florida, kemungkinan seseorang untuk tewas dalam kecelakaan mobil lebih tinggi dibandingkan kemungkinan menjadi suara penentu dalam pemilihan presiden.”
Meski demikian, Lanning tetap menggunakan hak pilihnya karena “ini merupakan tanggung jawab yang luar biasa.”
Andrew Gelman, profesor ilmu statistik dan politik di Universitas Columbia, adalah salah satu penulis sebuah penelitian sebelum pemilihan presiden 2008 yang menemukan bahwa rata-rata seorang pemilih memiliki kesempatan 1 berbanding 60 juta untuk menentukan kontes tersebut.
Sistem Electoral College berarti peluang tersebut berbeda-beda di tiap negara bagian. Tahun ini, kisaran rasionya adalah 1 berbanding sejuta sampai nol.
Namun, Gelman adalah seorang pemilih.
“Salah satu bagian dari peran kita sebagai warga negara adalah untuk memilih,” ujarnya.
Dan ia mengatakan bahwa pemilihan presiden dapat menjadi investasi yang rasional, sebagian karena hasilnya dapat memengaruhi begitu banyak orang. Seperti lotere, kemungkinan menang sangat kecil, tapi jika menang, maka segenap 315 juta orang Amerika mendapatkan hadiah lotere: Presiden yang diyakini akan melakukan upaya lebih untuk negara.
Selain itu, demokrasi bergantung pada pemilih, yang bekerja sebagai kelompok, untuk membuat keputusan. Jika jumlahnya turun terlalu rendah, legitimasi sistem akan terancam.
“Setiap empat tahun, kita terbagi antara Republik dan Demokrat, oleh perbedaan, dan sebagainya. Namun kita disatukan dalam tanggung jawab bersama untuk membuat Amerika terus berjalan dan dalam hak istimewa untuk berpartisipasi di dalamnya,” ujar Lanning.
Bagi banyak orang, memilih adalah tradisi keluarga.
Kevin Lovely, 42, dari Pensacola, Florida, menggunakan hak pilihnya pertama kali pada usia 18 tahun karena didorong oleh neneknya, dan selalu memilih sejak saat itu.
“Saya selalu ingin menggunakan hak pilih, dan saya percaya suara saya akan berpengaruh,” ujar Lovely.
Veronica Padilla ari Las Vegas sudah menegaskan pentingnya memilih pada putranya yang berusia 13 tahun.
“Saya katakan padanya untuk tidak memilih kandidat karena ia yang paling populer. Tapi ia harus memilih apa yang ia yakini,” ujarnya.
Tim Farmer, mahasiswa hukum Universitas Denver, mengikuti kampanye Romney satu haru dan Obama hari berikutnya karena ia merasa bertanggung jawab untuk membuat pilihan yang benar.
“Jumlah suara yang salah akan membuat orang yang salah terpilih,” ujar Farmer.
Adam Brandstetter tahu suaranya tidak akan memengaruhi hasil pemilihan. Ia akan memberikan suara pada kandidat Libertarian Gary Johnson, yang tidak memiliki kemungkinan untuk menang.
Namun ia menikmati rasa kebersamaan komunitas dalam hari-hari pemilihan di Crystal Lake, Illinois. Ia akan datang ke tempat pemilihan, makan siang dan bercengkerama dengan kawan-kawannya.
Rasanya menyenangkan bisa memilih, ujar Brandsetter, untuk meluangkan waktu menghargai bahwa “kita ada di Amerika. Kita memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pendapat kita.” (AP/Connie Cass)