Mantan Ahli Teknologi Clinton Menolak Bersaksi tentang Server Email

Bakal calon presiden Demokrat Hillary Rodham Clinton dalam sebuah konferensi pers saat berkunjung ke Iowa State Fair, 15 Agustus 2015, di Des Moines, Iowa.

Seorang mantan pegawai Departemen Luar Negeri AS yang membantu Hillary Clinton mendirikan server email pribadinya mengatakan ia tidak akan bersaksi di depan komite kongres khusus yang sedang menyelidiki serangan 2012 yang mematikan di konsulat AS di Benghazi, Libya.

Para pengacara Brian Pagliano mengirimkan surat kepada komite DPR pada hari Senin (30/8) meminta hak konstitusional untuk tidak menjawab pertanyaan yang bisa membuatnya terjerat pasal kriminal.

The Washington Post, yang melaporkan tentang surat tersebut hari Rabu, mengatakan Pagliano bekerja di Deplu AS di bagian teknologi informasi saat Hillary Clinton menjabat sebagai Menlu AS dari tahun 2009 hingga 2013, dan sebelumnya mengurus kampanye pencalonan dirinya sebagai presiden pada tahun 2008. Ia mendirikan server email pribadi tersebut di rumahnya di New York pada tahun 2009.

Para pengkritik Clinton menuduhnya membiarkan emailnya terbuka bagi peretas dan badan asing dengan tidak menggunakan akun resmi. Mereka juga menuduhnya mencoba menyembunyikan komunikasi kontroversial terkait serangan di Benghazi, yang menyebabkan empat warga negara Amerika tewas. Kontroversi itu membayangi kampanye pencalonannya untuk pemilu presiden 2016 dari partai Demokrat, yang menyebabkan dukungan dari kubu Demokrat perlahan-lahan semakin berkurang, seperti yang ditunjukkan dalam beberapa jajak pendapat publik.

Anggota Kongres Elijah Cummings, anggota Demokrat yang berada dalam panel Benghazi, mengatakan pada Post ia paham kenapa Pagliano menggunakan hak Amandemen ke-lima, "terutama mengingat gempuran tuduhan liar dan tak berdasar" yang dibuat oleh orang-orang yang "ingin menggagalkan kampanye Clinton apapun caranya."

Clinton telah memberikan wewenang kepada Deplu untuk merilis email-email sebanyak 55.000 halaman dari akun pribadinya kepada publik. Ia membantah melakukan kesalahan dan mengatakan lebih "nyaman" menggunakan satu akun email dan satu perangkat ketika ia menjabat sebagai Menlu.

"Kalau dipikir lagi, lebih baik saya punya dua akun email dan membawa dua ponsel," kata Clinton awal tahun ini. "Tapi saat itu, saya tidak melihat hal ini sebagai sebuah masalah."

Email-email terakhir, sejumlah 7.000 halaman dirilis Senin malam.

Mark Toner dari Departemen Luar Negeri mengatakan sekitar 150 email Clinton telah ditandai sebagai email golongan rahasia setelah diteliti oleh Inspektur Jenderal Komunitas Intelijen. Toner mengatakan sejauh ini, tidak satupun email itu ditandai sebagai rahasia atau top secret saat Clinton mengirimkan atau menerimanya.