Leader Spouses: “Dharma Wanita” G20 yang Hadir Tanpa Agenda Politis

  • Nurhadi Sucahyo

Pendamping delegasi KTT G20 menyaksikan para penari cilik di sela-sela Spouse Program. (Foto: Courtesy/Media Center G20)

Kepala Negara peserta KTT G20 sebagian datang ke Bali bersama pasangan mereka. Di saat delegasi sibuk berdebat di ruang utama, para pendamping ini mengikuti kegiatan khusus yang disebut Spouse Program, semacam aktivitas Dharma Wanita yang bersih dari urusan politik global.

Secara khusus, pemerintah membentuk kepanitiaan untuk menyelenggarakan Spouse Program, yang diketuai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesudibjo.

Ibu Negara, Iriana Jokowi, turut aktif dalam setiap agenda Spouse Program tersebut.

“Kami harapkan para spouse mendapatkan kesan mendalam tentang ragam budaya nusantara dan kisahnya untuk menjadi sebuah inspirasi bagi kebaikan dunia,” kata Wamenparekraf Angela.

Sejumlah istri kepala negara KTT G20 didampingi Ibu Negara Iriana Jokowi mengikuti rangkaian Spouse Program di Bali. (Foto: Courtesy/Media Center G20)

Ada enam pendamping kepala negara yang mengikuti program ini, yaitu ibu negara China, Korea Selatan, Jepang, Turki, Spanyol, dan Komisi Eropa. Mereka antara lain mengikuti workshop kerajinan tangan di Sofitel Bali, Nusa Dua Beach Resort, Selasa (15/11). Dalam program ini, para pendamping mengikuti workshop menghias dengan teknik decoupage atau transfer media pada kerajinan berbahan dasar daun lontar yang telah dibentuk menjadi tas atau topi.

Your browser doesn’t support HTML5

Leader Spouses: “Dharma Wanita” G20 yang Hadir Tanpa Agenda Politis

Pelatih dalam workshop ini, Paul Amron, menyatakan workshop ini sengaja menonjolkan materi daun lontar. Indonesia ingin menunjukkan bahwa daun lontar bisa menjadi kerajinan tangan unik dan menghasilkan nilai ekonomi tinggi.

“Daun lontar itu adalah salah satu daun yang kita pakai dari lama sejak zaman dahulu secara harian untuk berbagai kebutuhan dan kita berupaya nilai ekonominya dengan dijadikan produk ekonomi kreatif seperti tas, dompet, atau topi,” kata Paul.

Para istri kepala negara tersebut dipersilakan membawa pulang hasil kreasi lontarnya sebagai bagian dari cinderamata.

Ibu Iriana Jokowi bersama para pendamping KTT G20 mengikuti workshop menghias dengan teknik decoupage atau transfer media pada kerajinan berbahan dasar daun lontar yang telah dibentuk menjadi tas atau topi. (Foto: Courtesy/Media Center G20)

Kuliner

Kegiatan lain yang tidak ketinggalan adalah ‘wisata’ kuliner asli Indonesia yang disajikan secara berbeda. Khusus untuk program ini, Indonesia memperkenalkan budaya pangan Nusantara melalui food theater berjudul “Kisah Gulu & Friends”, serta “Archipelago on a Tray.”

Sajian hidangan dikemas sedemikian rupa agar seluruh panca indera dapat bekerja, baik melihat, membaui, menyentuh dan menikmatinya. Dalam ruang yang menyerupai theater, makanan disajikan dengan paduan multimedia, sementara pakar kuliner bercerita tentang proses pengumpulan bahan mentah hingga menjadi satu sajian lezat yang sehat.

Kurator program ini, Helianti Hilman, menjelaskan bahwa bahan pangan dihadirkan dari Aceh hingga Papua. Sebuah film pendek diproduksi untuk menceritakan menu yang dihidangkan mulai dari makanan pembuka (starter), makanan utama (main course), dan pencuci mulut (dessert), serta minuman. Setiap menu mewakili ekosistem Indonesia, yaitu hutan hujan, pesisir laut, lahan gambut, dan lahan kering.

Minuman kunyit asem yang disajikan saat para pendamping delegasi KTT G20 mengikuti Spouse Program. (Foto: Courtesy/Media Center G20)

“Saya mendapat tugas bertutur tentang budaya pangan lokal Indonesia dalam sebuah stage act. Jadi para pendamping kepala negara KTT G20 akan merasakan hidangan Nusantara dalam satu nampan. Dan kita sampaikan ingredients beserta culinary tradition dari semua hidangan yang disajikan,” kata Helianti.

Ia menambahkan, program ini ingin menyampaikan pesan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya bahan makanan sehat. Penyelenggara program ini menerapkan pendekatan bahan makanan yang sekaligus menjawab isu tantangan global.

“Tantangan kesehatan dunia itu kaitannya dengan makanan, sebenarnya Bumi Indonesia menyediakan pilihan bahan makanan yang jauh lebih sehat, termasuk dengan tren-tren yang terkait dengan vegetarian. Di Indonesia itu bukan hal yang baru. Bahan kita sudah banyak sekali,” kata Helianti.

BACA JUGA: Menu Sayuran di Jamuan Makan Siang G20, Tanpa Politik

Sajian Makanan

Helianti mengatakan makanan ringan yang disajikan saat itu adalah emping, terbuat dari melinjo yang didatangkan dari Aceh, dan kerupuk gendar dengan bahan baku dari Belitung. Kerupuk tersebut digoreng dengan minyak kelapa, dan disajikan dengan dua jenis saus yang terbuat dari kenari dibumbui dengan garam nabati Papua.

“Kemudian yang satu lagi itu semacam acar, tapi dari buah lontar. Minumannya kami munculkan buah kedondong, tapi yang menarik adalah kami menggunakan manisnya bukan pakai gula tebu, tapi pakai niranya lontar,” kata Helianti.

Sedangkan hidangan utama yang disajikan pada kesempatan di antaranya urap, semur bebek Sumatra, tum ayam, dan sayur lodeh. Sedangkan untuk hidangan penutup mulut di antaranya kue dadar (pancake) Bali yang disajikan dengan es puter kelapa dan juga rujak buah.

Di saat delegasi KTT G20 sibuk berdebat di ruang utama, para pendamping ini mengikuti kegiatan khusus yang disebut Spouse Program.

“Kami juga ada pilihan menu versi vegetariannya bagi pendamping kepala negara yang vegetarian. Seperti tum ayam kami pakai bunga kelapa, bunga kelapa ini seperti ayam teksturnya. Nah kalau bebek bisa diganti dengan jantung pisang,” ujar Helianti.

“Jadi alternatif vegannya kami juga cukup banyak. Kami bikin ada sambal balado, jadi rasanya mirip daging balado, cuma bukan terbuat dari daging, tapi itu kulitnya cempedak yang difermentasi. Dan, ini ilmunya orang Suku Dayak, ini kami datangkan dari Kalimantan,” tambahnya.

Fesyen dan Kerajinan

Di bidang fesyen, Indonesia juga menyuguhkan program “The Journey: Indonesian Sustainable Living Culture”. Salah satu yang terlibat, adalah produk fashion Ba-Ju by Paul, yang merupakan karya desain etnik, tetapi tetap menjaga kelestarian lingkungan, sosial dan etika.

Selain itu juga ada sejumlah produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang di antaranya menampilkan produk tas, dompet, yang dibuat dari anyaman bahan rotan dan bambu, perhiasan mutiara dan kain songket.

Ibu Iriana Joko Widodo menerima kedatangan Ibu Negara Republik Korea, Madam Kim Keon-hee, di Hotel The Apurva Kempinski, Bali, pada Senin, 14 November 2022. (Foto: Courtesy/BPMI Setpres/Muchlis Jr)

Para pendamping juga berkesempatan melihat secara langsung ‘mama Papua’ merajut tas Noken Papua dan aktivitas membatik.

“Melalui Spouse Program ini, Indonesia memiliki kesempatan baik untuk mengekspos produk UMKM. Bukan hanya semata mata keramahtamahan sebagai tuan rumah namun sebagai cara promosi yang lebih murah dan efektif,” kata Menteri Pariwisata dan Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.

Seluruh pendamping kepala negara menikmati setiap suguhan yang ditampilkan dalam program ini. Ketika pasangan mereka sibuk membicarakan solusi konflik, ancaman perang hingga ketahanan pangan serta energi, mereka memilih melewatkan waktu dengan ber-“haha-hihi” bersama menikmati kuliner, tari-tarian, dan aneka kerajinan. [ns/ah]