Korsel Tidak Akan Negosiasi Ulang Kesepakatan dengan Jepang Terkait Wanita Penghibur

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha di kantor Kementerian Luar Negeri Korea Selatan di Seoul, 27 Desember 2017. (Foto: dok).

Korea Selatan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menegosiasikan kembali kesepakatan tahun 2015 dengan Jepang untuk mencapai penyelesaian akhir mengenai apa yang dijuluki “wanita penghibur” yang dipaksa melakukan perbudakan seksual oleh pasukan kolonial Jepang.

Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha mengatakan kepada para wartawan di Seoul pada hari Selasa bahwa “tidak dapat disangkal” kesepakatan yang disetujui pada masa pemerintahan presiden konservatif yang digulingkan, Park Geun-hye, itu adalah sebuah kesepakatan formal antara Seoul dan Tokyo.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Tokyo setuju untuk membayar $8 juta ke dalam sebuah dana tunjangan bagi para korban, dan mengajukan permintaan maaf dari Perdana Menteri Shinzo Abe atas tindakan brutal pasukannya selama pemerintahan kolonial Jepang di semenanjung Korea antara tahun 1910 dan 1945.

Namun, Presiden Moon Jae-in pekan lalu mengatakan bahwa kesepakatan tersebut benar-benar cacat dan tidak menyertakan pendapat para wanita yang bekerja di rumah-rumah bordil militer Jepang. Dia berpihak pada kesimpulan sebuah gugus tugas khusus yang diciptakannya untuk mempelajari kesepakatan tersebut.

Meskipun tidak akan berusaha menegosiasikan kembali kesepakatan tersebut, Kang mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan akan mengganti $8 juta yang dibayarkan oleh Jepang ke dalam dana tunjangan bagi para korban dengan uang dari anggarannya sendiri. Dia juga mendesak Jepang agar “menerima kebenaran sesuai dengan standar yang berlaku secara universal” dan melanjutkan upaya untuk membantu para korban yang masih hidup untuk mendapatkan kembali martabat serta untuk menyembuhkan luka hati mereka.

Di Tokyo, Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengulangi seruan pemerintahnya kepada Seoul agar menghormati kesepakatan tersebut, yang disebutnya “final dan tidak dapat diubah.” Kono sebelumnya telah memperingatkan bahwa hubungan bilateral akan rusak jika Korea Selatan berusaha mengubah pakta tersebut.

Para sejarawan percaya bahwa sekitar 200.000 perempuan, kebanyakan dari Korea serta negara-negara lain di Asia dipaksa menjadi budak seks dalam Perang Dunia II. [lt]