Pengamat: Eksekusi Paman Kim Jong Un Perlihatkan Tanda Ketidakstabilan di Negara itu

  • Daniel Schearf

Seorang tentara Korea Selatan melihat tayangan TV tentang eksekusi Jang Song Thaek, paman dari penguasa Korea Utara saat ini, Kim Jong Un.

Media pemerintah Korea Utara mengumumkan penghukuman mati Jang Song Thaek, paman pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, karena berupaya menjatuhkan pemerintah. Korea Selatan memantau cermat tanda-tanda ketidakstabilan di negara bersenjata nuklir itu.
Kantor berita resmi Korea Utara KCNA Jumat pagi melaporkan bahwa pengadilan militer Kamis malam mengadili dan menghukum mati Jang Song Thaek.

KCNA mengatakan Jang, paman Kim Jong Un dan dianggap sebagai orang nomor dua di pemerintahan, dinyatakan bersalah berusaha menjatuhkan pemerintah, partai dan kepemimpinan partai berkuasa.

Artikel KCNA, berjudul “Pengkhianat Jang Song Thaek Dieksekusi,” menyebutkan ia melakukan aksi “kontra-revolusioner.” KCNA menyebut Jang “sampah manusia” dan “lebih rendah dari anjing.”

Suratkabar pemerintah Korea Utara Rodong Sinmun menerbitkan gambar-gambar Jang berdiri dalam persidangan militer itu, membungkukkan badan didampingi dua tentara.

Lee Yun-keol adalah direktur Pusat Layanan Informasi Strategis Korea Utara, sebuah lembaga riset swasta. Ia mengatakan eksekusi tiba-tiba ini menunjukkan Kim Kong Un masih belum bisa menstabilkan kekuasaannya. Ia mengatakan belum ada kasus dimana seseorang dihukum mati setelah persidangan militer khusus oleh departemen keamanan negeri Korea Utara. Ia mengatakan biasanya pelaku kejahatan dikirim ke kamp-kamp politik dan mendapat hukuman keras hingga meninggal. Lee mengatakan eksekusi Jang Song Thaek menunjukkan rezim Kom Jong Un telah melemah dari sebelumnya dan ada banyak kekuatan yang mendukung pengaruh Jang di Korea Utara.

Jang Song Thaek dan istrinya, Kim Kyong Hui, menjadi mentor bagi Kim Jong Un ketika ia menjadi penguasa generasi ketiga setelah kematian ayahnya Kim Jong Il tahun 2011.

KCNA mengatakan Jang bertahun-tahun merencanakan untuk mengambil alih kekuasaan dari keluarga Kim, dan proses itu baru benar-benar dimulai setelah kematian Kim Jong Il.

Jang secara terbuka dicabut kekuasaan dan semua gelarnya hari Minggu. Ia dikenai sejumlah tuduhan termasuk perpecahan dalam internal partai, mengabaikan perintah, dan menjual sumber daya nasional dengan murah.

Kalangan analis politik mengatakan pemimpin Korea Utara berusia 30 tahun itu menganggap Jang, yang usianya dua kali lebih tua, sebagai saingan dalam menjadi satu-satunya pemegang kekuasaan di negara itu.

Kejatuhan drastis Jang memicu peringatan di Seoul karena perubahan politik di Korea Utara sering disertai pernyataan atau aksi agresif untuk pamer kekuatan. Kantor kepresidenan Korea Selatan hari Jumat mengadakan rapat keamanan darurat untuk membahas dampak terhadap stabilitas di Semenanjung Korea.