Kompensasi Biaya Turunkan Jumlah Perokok di Belanda

Orang ternyata lebih termotivasi untuk berhenti merokok bila mendapat penggantian biaya terapi atau pengobatan. (Foto: Dok)

Penggantian biaya untuk mengikuti program penghentian kebiasaan merokok oleh pemerintah Belanda dianggap berhasil menurunkan jumlah perokok.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa pada satu tahun ketika pemerintah Belanda menutup biaya konseling dan obat untuk membantu para perokok menghentikan kebiasaannya, panggilan ke saluran telepon program penghentian kebiasaan merokok nasional naik 10 kali lipat, dan jumlah perokok di negara tersebut turun secara signifikan.

Hasilnya, seperti yang dilaporkan jurnal Addiction, menunjukkan bahwa lebih banyak orang tertarik mengikuti program penghentian kebiasaan merokok bila pemerintah atau perusahaan asuransi menawarkan biaya terapi dan pengobatan.

“Kita hanya bisa berspekulasi mengenai apa artinya ini bagi setiap perokok. Namun saya yakin bahwa banyak perokok sangat menghargai penggantian biaya usaha penghentian kebiasaan merokok,” ujar Marc Willemsen, pemimpin studi tersebut dan profesor di Universitas Maastricht, Belanda.

Ia menambahkan bahwa perokok melihat biaya sebagai penghalang mendapatkan bantuan yang dibutuhkan, dan mencabut penghalang tersebut akan memberikan insentif atau motivasi untuk menghentikan kebiasaan merokok.

“Menurut saya ini menunjukkan pada perokok yang sulit menghentikan kebiasaannya bahwa pemerintah peduli dan bahwa fakta mereka melawan kecanduan yang serius ditanggapi secara serius pula,” ujar Willemsen.

Dimulai pada Januari 2011, pemerintah Belanda setuju mengganti biaya warga yang mendapatkan perawatan untuk menghentikan kebiasaan merokok, yang termasuk konseling kelompok, tatap muka atau lewat telepon. Penyedia terapi didorong untuk memasukkan pengobatan, seperti produk pengganti nikotin atau obat anti depresi buproprion ke dalam program perawatan.

Inisiatif tersebut dipromosikan melalui kampanye media skala besar, yang menurut Willemsen dan para koleganya mencapai 80 persen dari jumlah perokok di negara tersebut. Namun pemerintah menghentikan program tersebut setelah hanya satu tahun karena alasan politik dan ekonomi.

Program yang berumur pendek itu memberikan kesempatan pada para peneliti untuk melihat dampak, jika ada, pada sejumlah orang yang menelepon nomor hotline dan mengikuti program tersebut pada 2011, dibandingkan dengan 2010 dan paruh pertama 2012.

Pada 2010, ketika tidak ada sistem penggantian biaya, 848 perokok mengikuti program penghentian kebiasaan merokok yang dikelola oleh STIVORO, pusat ahli Belanda untuk pembatasan tembakau yang mempekerjakan Willemsen dan salah satu koleganya.

Pada 2011, jumlah tersebut naik menjadi 9.091 perokok, atau naik lebih dari 10 kali lipat. Selama empat setengah bulan pertama pada 2012, hanya 151 yang ikut program, bahkan lebih sedikit daripada 323 perokok pada periode yang sama pada 2010.

Para peneliti tidak dapat mengatakan berapa banyak orang yang mengikuti program dan akhirnya berhasil berhenti merokok, namun mereka mengacu pada statistik nasional pada 2006 sampai 2010 yang menunjukkan proporsi penduduk yang merokok tetap stabil pada 27 persen. Pada 2011, angka itu menjadi 24,7 persen.

Hal itu tidak membuktikan bahwa sistem penggantian biaya mempengaruhi tingkat merokok. Namun bukti tersebut tampaknya jelas untuk beberapa pihak lain.

Willemsen mengatakan pada kantor berita Reuters bahwa anggota parlemen dan organisasi kesehatan telah melakukan protes, dan sistem penggantian biaya tersebut akan diadakan kembali.

"Jadi perokok di Belanda sekarang bisa tenang karena mereka akan mendapatkan biaya penuh untuk program berhenti merokok pada 2013,” ujar Willemsen, yang mengharapkan kenaikan jumlah orang yang berhenti merokok tahun depan. (Reuters/Andrew M. Seaman)