Kesetaraan Gender Jadi Isu Utama di COP26

Seorang perempuan dan anak-anak beristirahat di tempat teduh di sebuah kamp untuk orang-orang yang kehilangan rumah saat gempa 14 Agustus di Les Cayes, Haiti, pada 23 Agustus 2021. (Foto: AFP)

Sejumlah perempuan tampil di panggung KTT Perubahan Iklim PBB di Glasgow, Skotlandia, Selasa (9/11), untuk menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak netral gender, dan bahwa langkah-langkah untuk mengatasi perubahan iklim juga perlu menginvestasikan pada perempuan dan anak perempuan.

Aktivis perubahan iklim Samoa, Brianna Fruean, tampil ditemani seorang tamu dengan citra yang sangat kuat, yaitu boneka raksasa “Little Amal.” Ia mengakui meskipun mereka mungkin tampak berbeda, tetapi “terhubung oleh fakta bahwa keduanya sama-sama hidup di dunia yang secara sistematis telah rusak karena meminggirkan perempuan dan anak perempuan, terutama mereka yang berasal dari komunitas rentan.”

“Talofa lava, nama saya Brianna Fruean. Merupakan suatu kebanggaan untuk berdiri di sini dan berdiri bersama Little Amal. Kami berdua sama-sama telah melakukan perjalanan untuk tiba di sini. Kami tiba di COP dari dua tempat berbeda. Tetapi kami terhubung oleh fakta bahwa kami hidup di dunia yang sudah rusak karena secara sistematis memarjinalkan perempuan dan anak perempuan, terutama yang berasal dari komunitas yang rentan. Amal hari ini juga membawa benih," katanya.

Seorang pendukung partai agama dan politik Jamaat-e-Islami membawa poster yang mengecam pemerkosaan massal yang terjadi di sepanjang jalan raya dan mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, selama demonstrasi di Karachi, Pakistan, 11 September 2020. (Foto: Reuters )

"Benih yang akan dibagikan secara fisik, untuk menginspirasi, untuk mewakili harapan. Hal yang indah tentang benih adalah kita harus cukup menyadari dan berpuas hati dengan kenyataan bahwa mungkin kita tidak dapat memakan buah atau menghasilkan bunga dari benih yang kita tanam, tetapi ini cukup untuk mengetahui bahwa anak-anak kita akan hidup dengan keindahannya," tambah dia.

Lebih jauh Breanna menambahkan, “Saya harap benih yang dibawa Amal hari ini akan menginspirasi dan mengingatkan kita tentang peran sebagai 'orang yang menanam benih' demi masa depan dunia.”

Pada hari di mana para peserta COP26 memusatkan perhatian pada tema gender, serta sains dan inovasi, maka acara-acara yang dilangsungkan dan tokoh yang tampil mencakup berbagai hal untuk menarik perhatian pada perjuangan berkelanjutan demi kesetaraan gender, pentingnya memahami dampak krisis iklim terhadap perempuan dan anak perempuan secara tidak proporsional, dan kontribusi mereka untuk mengambil langkah-langkah yang berarti.

Tanamkan Investasi pada Pendidikan Perempuan dan Anak Perempuan

Ketua DPR Nancy Pelosi mengklaim kembalinya Amerika ke kepemimpinan untuk mengatasi perubahan iklim. Ia juga menggarisbawahi nilai dan perlunya pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan.

Ketua DPR Nancy Pelosi, memimpin pengesahan RUU sosial dan lingkungan Presiden Joe Biden yang ekspansif, di Capitol di Washington pada 19 November 2021. (Foto: AP)

“Selama bertahun-tahun orang-orang berulangkali menanyakan pada saya, apa yang akan saya lakukan jika dapat menguasai dunia. Jika saya menguasai dunia, maka satu hal yang akan saya lakukan adalah menanamkan investasi pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan," katanya.

Hal senada disampaikan Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon yang mengetuai salah satu diskusi.

“Tidak ada keraguan bahwa kita harus memastikan bahwa perubahan iklim merupakan isu feminis. Kita harus memastikan bahwa pengalaman-pengalaman permepuan dan anak perempuan di seluruh dunia – yang seringkali terkena dampak perubahan iklim secara tidak proporsional – dipahami dengan sungguh-sungguh ketika kita memikirkan solusinya," tambahnya.

BACA JUGA: Michelle Wu Dilantik sebagai Wali Kota Perempuan Pertama di Boston

Seruan Untuk Libatkan Perempuan Suku Asli

Aktivis kelompok masyarakat asli Quechuan di Peru, Tarcila Rivera Zea, menekankan perlunya perempuan dari masyarakat asli menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan dalam isu perubahan iklim karena mereka terkait erat dengan dunia keanekaragaman hayati.

“Dalam hal ini, prioritas, misalnya ketika kami mendengar keterkaitan antara perubahan iklim dan keanekaragaman hayati, maka perempuan suku asli harus diikutsertakan. Karena kita tidak dapat hanya melihat satu aspek saja di sini, lalu aspek lain di sana. Kita harus melihat dengan utuh setiap aspek yang terkait dengan kehidupan perempuan adat," kata Tarcila.

Perbaiki Cara Memasak, Perbaiki Nasib Anak Perempuan

Istri Wakil Presiden Ghana yang juga Ketua Global Champion for Sustainable Energy for All, Samira Bawumia, berbicara tentang bagaimana masalah memasak di Ghana menjadi isu lintas sektor yang dapat menyelesaikan kebutuhan lain, seperti pendidikan perempuan dan anak perempuan, serta isu kesehatan, karena metoda memasak yang buruk akan menyita waktu belajar dan menimbulkan masalah bagi keluarga dan masyarakat – yang sebenarnya dapat dicegah.

Seorang perempuan mengenakan pakaian khas quechua memberikan suaranya di tempat pemungutan suara, Peru, 6 Juni 2021. (Foto: AP)

“Memasak yang tidak efesien akan menimbulkan dampak pada pendidikan. Anak perempuan jadi harus pergi mencari kayu bakar dan menghabiskan banyak waktu, dibandingkan belajar. Jadi cara kita memasak, cara menemukan energi untuk memasak, semua berdampak langsung pada pendidikan anak perempuan," papar Samira.

“Kita mengobati penyakit, tetapi sebenarnya kita dapat mencegah penyakit itu. Kita dapat mencegah polusi udara di dalam ruangan dengan mencari solusi memasak secara bersih. Ini berdampak pada layakan kesehatan. Jadi ada banyak masalah yang dapat diselesaikan hanya dalam satu gerakan memasak yang bersih," tambahnya. [em/jm]