Kementerian Agama Bantah Al-Quran Terjemahannya Picu Aksi Terorisme

  • Fathiyah Wardah

Seorang perempuan membacakan Al-Quran kepada anaknya di sebuah sore di Masjid Istiqlal, Jakarta (foto: dok).

Kementerian Agama membantah tuduhan yang menyebut terjemahan Al-Quran buatan lembaga ini menyuburkan terorisme di Indonesia.

Majelis Mujahidin Indonesia, organisasi yang pernah dipimpin tersangka kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir, sebelumnya menganggap ada beberapa ayat yang diterjemahkan secara salah, antara lain beberapa ayat tentang jihad sehingga berkontribusi besar menyemai bibit terorisme.

Majelis Mujahidin mengatakan terjemahan Al-Quran tersebut di cetak di bawah pengawasan Kementerian Agama.

Kepala Bidang Pengkajian Al-Quran Kementerian Agama, Mukhlis Hanafi, menyatakan tuduhan bahwa terjemahan Al-Quran buatan Kementerian Agama memicu aksi terorisme, tidak terbukti karena dua alasan, yaitu mengingkari keterbatasan yang ada pada terjemahan.
"Yang kedua, asumsi itu juga keliru karena bertentangan dengan sejumlah fakta," tambah Mukhlis. "Faktanya adalah mayoritas bangsa Indonesia ini, saya kira banyak mengandalkan terjemahan dalam memahami Al-Quran. Kalau begitu kalau betul asumsi itu, jumlah teroris di Indonesia ini pasti lebih banyak dari yang ada sekarang."

Tapi, pada faktanya, menurut Mukhlis, para teroris atau kelompok teroris tersebut berjumlah sedikit sekali. "Bisa dihitung dengan jari," ujar Mukhlis. "Dan, pada umumnya, mereka juga anti-pemerintah, termasuk anti terjemahan Al-Quran yang diterbitkan pemerintah."

Dalam berbagai kesempatan, sejumlah pimpinan Majelis Mujahidin menyebut terjemahan produk pemerintah terlalu harfiah dan tidak jelas sehingga mengundang salah tafsir. Organisasi tersebut mengkaitkannya dengan merebaknya kasus bom yang melibatkan anak-anak muda.

Di sinilah mereka menyebut kesalahan terjemahan Al-Quran berkontribusi besar menyemai bibit terorisme, utamanya terkait terjemahan ayat-ayat soal jihad.

Ahli tafsir Al-Quran yang juga Imam Masjid Istiqlal, Jakarta, Kyai Haji Ali Mustofa Yaqub mengatakan pemahaman yang sempit terhadap teks-teks keagamaan merupakan penyebab tindak kekerasan, dan bukan soal bagaimana penerjemahan kitab suci. Mereka, kata Mustafa Yaqub, tidak mampu memahami Al-Quran. "Tapi oleh teroris, ayat tersebut dipilah-pilah. Ini karena ketidaktahuan mereka dalam memahami ayat-ayat Al-Quran," jelas KH Mustofa.

Kementerian Agama berencana akan menyusun bahan bacaan tafsir Al-Quran untuk narapidana terorisme. "Kita melihat memang ada sejumlah ayat dan hadis-hadis yang dipahami secara keliru oleh kelompok-kelompok itu," jelas Mukhlis.

Terjemahan Al-Quran oleh Kementerian Agama, yang melibatkan para ahli, disusun pertama kali dan beredar tahun 1965, dan sejak itu, beberapa kali disempurnakan.

Banyak umat Islam Indonesia memahami Al-Quran melalui terjemahan, dan terjemahan yang paling banyak digunakan adalah yang dipublikasikan Kementerian Agama.