IPCC: Jangan Gunakan Kebrutalan Polisi sebagai Senjata Politik

Ketua Dewan Pengaduan Polisi Independen (IPCC), Anthony Neoh (kiri) dan Wakil Ketua IPCC Hon Tony Tse Wai-chuen, menunjukkan laporan mereka tentang penanganan polisi terhadap protes demokrasi tahun lalu dalam konferensi pers di Hong Kong, 15 Mei 2020.

Tuduhan-tuduhan bahwa polisi telah bersikap brutal seharusnya tidak digunakan sebagai senjata politik, kata sebuah organisasi pengawas polisi Hong Kong dalam sebuah laporannya, Jumat (15/5).

Dewan Pengaduan Independen Masalah Polisi (IPCC) mengatakan, laporan mereka itu tidak menyoroti pertanggungjawaban polisi secara perorangan melainkan evaluasi terhadap pedoman penggunaan gas air mata dan senjata-senjata peredam kerusuhan massal lainnya, serta program-program pelatihan polisi dalam menegakkan ketertiban umum.

“Tuduhan-tuduhan kebrutalan polisi tidak bisa digunakan sebagai senjata politik,” kata laporan IPCC itu. “Ini masalah hukum, bukan masalah politik.” Laporan itu juga menyebutkan, kota yang diperintah China itu, tampaknya kini sedang terseret ke era terorisme.

BACA JUGA: Lebih Dari 200 Demonstran Prodemokrasi Ditangkap di Hong Kong

IPCC mengevaluasi perilaku polisi selama beberapa bulan setelah Juni 2019 – periode di mana pusat finansial Asia ini menghadapi serangkaian demonstrasi besar yang diwarnai kekerasan.

Terkait salah satu peristiwa paling kontroversial selama masa protes tahun lalu, IPCC mengatakan, pihaknya tidak menemukan bukti bahwa polisi berkolusi dengan gang kriminal untuk melakukan serangan terhadap para demonstran di distrik Yuen Long pada 21 Juli.

BACA JUGA: Hong Kong: Protes-protes Kecil Kembali Serukan Otonomi

Meski demikian laporan itu mendapati bahwa polisi memang tidak memberikan tanggapan yang memadai dalam insiden itu. Sebagaimana banyak diberitakan sebelumnya, pada hari itu sekelompok pria bersenjata dan berkaus putih memukuli para demonstran antipemerintah yang berkaus hitam dan rakyat biasa. Serangan Yuen Long itu memicu lebih banyak protes dan meningkatkan rasa benci terhadap polisi yang dituding bersikap lambat dalam menangani kekerasan yang dilancarkan gang itu.

Berbagai organisasi HAM, termasuk Amnesty International, menuduh polisi menggunakan kekerasan yang tidak sepantasnya dan sejumlah pelanggaran lain dalam menangani demonstransi-demonstrasi prodemokrasi. Polisi berulangkali mengatakan, mereka hanya bersikap reaktif dan telah berusaha menahan diri dalam menghadapi aksi kekerasan yang keterlaluan. [ab/uh]