G-7 Kecam Kudeta di Myanmar

Bendera negara-negara yang tergabung dalam G7. (Foto: AFP)

Menteri luar negeri dari negara-negara anggota G-7, Rabu (3/2), mengecam kudeta di Myanmar dan menyatakan keprihatinan mendalam mengenai penahanan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin politik lainnya.

“Kami sangat prihatin atas penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat madani, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan penargetan media,” sebut menteri luar negeri Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan AS dalam suatu pernyataan.

Mereka meminta militer Myanmar untuk mengakhiri pernyataan keadaan daruratnya dan memberi akses bantuan kemanusiaan yang tidak dibatasi untuk mendukung masyarakat paling rentan di negara itu.

“Hasil pemilu November harus dihormati dan parlemen harus bersidang sesegera mungkin,” sebut para menteri G-7 itu.

Rabu (3/2), juga ditandai dengan pemogokan staf di 70 rumah sakit dan departemen kesehatan di 30 kota untuk memprotes kudeta itu.

BACA JUGA: PBB: Rencana Militer Myanmar Adakan Pemilu Baru 'Harus Dicegah'

Sebuah pernyataan dari Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar yang baru dibentuk menyatakan militer mengedepankan kepentingannya sendiri di atas kepentingan rakyat yang menghadapi kesulitan selama pandemi yang telah menewaskan lebih dari 3.100 orang di Myanmar.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, Selasa (2/2), mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah secara resmi telah menyatakan pengambilalihan oleh militer awal pekan ini sebagai kudeta, suatu penetapan yang “memicu restriksi tertentu terhadap bantuan asing untuk pemerintah.”

Pejabat itu mengatakan AS “akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab,” tetapi akan melanjutkan berbagai program untuk membantu rakyat Myanmar, termasuk bantuan kemanusiaan dan prakarsa yang mendukung demokrasi.

Militer Myanmar menyatakan pengambilalihan itu, yang ditetapkan berlaku satu tahun, diperlukan karena pemerintah tidak mengambil tindakan atas klaim mengenai kecurangan pemilih dalam pemilu November lalu yang dimenangkan partainya Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi. Sidang parlemen baru seharusnya dimulai Senin lalu. [uh/ab]