Erdogan Sebut RUU Separatisme Perancis Sebagai 'Pembunuhan' Demokrasi

Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan bendera Palestina dalam unjuk rasa menentang RUU "antiseparatisme" dan Islamofobia di Paris, Perancis, 21 Maret 2021. (Foto: Alain Jocard/AFP)

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Rabu (12/5), mengecam keras rancangan undang-undang (RUU) Perancis yang dibuat untuk melawan "separatisme Islam," sebagai "pembunuhan" terhadap demokrasi.

RUU tersebut dikritik baik di dalam maupun luar negeri karena stigmatisasi terhadap Muslim dan memberi negara kekuasaan baru untuk membatasi kegiatan ceramah dan kelompok beragama.

"Penerapan undang-undang ini, yang secara terang-terangan bertentangan dengan HAM, kebebasan beragama dan nilai-nilai Eropa, akan menjadi pukulan keras yang mematikan bagi demokrasi Perancis," kata Erdogan dalam pidatonya di Ankara.

Versi undang-undang yang dicanangkan saat ini hanya akan berlaku pada penyebab ekstremisme, menempatkan sejumlah LSM berada di bawah tekanan dan "memaksa kaum muda untuk memilih antara keyakinan dan pendidikan mereka", tambah Erdogan.

"Kami meminta pihak berwenang Perancis, dan pertama-tama Presiden (Emmanuel) Macron, untuk bertindak secara bijaksana," lanjutnya. "Kami mengharapkan penarikan cepat RUU ini."

Erdogan juga menyampaikan bahwa dirinya siap bekerja bersama Perancis terkait masalah keamanan dan integrasi,tetapi hubungan antara kedua pemimpin itu mengalami ketegangan dalam beberapa waktu lalu.

Pemerintah Perancis sedang dalam proses mengeluarkan UU baru untuk menindak mereka yang disebut sebagai "separatisme Islam", yang akan memberi negara kekuatan lebih untuk memeriksa dan membubarkan kelompok-kelompok agama yang dinilai menjadi ancaman bagi bangsa.

Erdogan mengecam langkah-langkah yang diusulkan itu sebagai "anti-Muslim". [mg/em]