Eksperimen Pencegahan Radikalisasi di Bordeaux, Perancis

  • Lisa Bryant

Selama ini dikenal karena minuman anggurnya, kota Bordeaux di Paris kini memiliki reputasi untuk upayanya melawan radikalisasi. (VOA/Lisa Bryant)

Setelah menghadapi tiga serangan besar teroris dan kembalinya para teroris dari Timur Tengah, Perancis kesulitan menemukan solusi deradikalisasi.

Ibukota minuman anggur yang ikonik ini tidak tampak sebagai 'ground zero' pertempuran Perancis melawan kelompok militan agama. Namun di sebuah jalan sempit di pusat kota, sebuah eksperimen dijalankan untuk membawa kembali anak-anak muda yang berisiko.

Sebuah kemitraan antara pemerintah kota Bordeaux dan federasi Muslim lokal, adalah salah satu dari puluhan inisiatif yang muncul di sekita Perancis untuk menanggulangi tantangan besar: Bagaimana melawan daya tarik dahsyat Islam radikal.

Isu ini kritis untuk Perancis, sebagai pengekspor terbesar jihadis di Eropa Barat dan target tiga serangan besar, dan kebanyakan serangan teroris dalam negeri, dalam dua tahun terakhir. Jika perlawanan ini berhasil, beberapa pihak melihat pendekatan holistik dan inklusif Bordeaux untuk mencegah radikalisasi bisa menjadi model untuk kota-kota lain di Perancis.

Seorang pria berjalan melewati masjid utama Bordeaux yang terlibat dalam program pencegahan radikalisasi.

Dengan melemahnya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah, dan ancaman-ancaman lebih banyak kekerasan di dalam negeri, ada peningkatan urgensi untuk menemukan solusi. Ratusan jihadis Eropa sudah kembali. Para ahli kontraterorisme mengatakan ratusan lagi diperkirakan akan menyusul, menghadirkan risiko-risiko keamanan besar.

"Sistem intelijen Eropa tidak terbiasa menghadapi begitu banyak orang yang teradikalisasi," ujar sosilog dan ahli jihadis di Paris, Farhad Khosrokhavar. "Kita perlu menciptakan cara baru untuk menanggulangi masalah semacam ini."

Pendekatan Baru

Sementara negara-negara seperti Inggris, Denmark dan Jerman telah lama terlibat dalam upaya-upaya deradikalisasi, Perancis relatif merupakan pendatang baru. Dan sampai baru-baru ini, pihak berwenang di Perancis sebagian besar menggunakan pendekatan hukuman.

Sekarang, hal itu mulai berubah. Beberapa bulan lalu, pemerintah mulai mengalokasikan lebih dari US$325 juta selama tiga tahun untuk upaya-upaya deradikalisasi yang mencakup pembukaan pusat-pusat sukarela khusus di seluruh negeri.

Program CAPRI di Bordeaux, yang mengumpulkan sekelompok kecil terapis, psikiater, ahli hukum dan imam, dianggap sebagai yang pertama yang menawarkan pendekatan multidisiplin dalam melawan radikaslisasi.

"Tidak ada resep ajaib," ujar Wakil Walikota Bordeaux Marik Fetouh, yang juga juru bicara CAPRI. "Radikalisasi adalah sebuah fenomena yang kompleks."

Dari 35 anak muda yang mendaftar, sekitar 40 persennya adalah perempuan. Sebagian besar adalah mualaf atau 'born again' (menjadi religius) dari keluarga-keluarga Muslim yang tidak terlalu religius. Usia rata-rata adalah 22 tahun.

"Setiap kasusnya berbeda, masing-masing sejarah dan jalurnya berbeda," ujar imam Fouad Saanadi. “Saya tidak berperan dalam mengajarkan mereka Islam yang 'baik', tapi memberikan pemikiran kritis dan pendekatan yang damai terhadap agama."

Imam Bordeaux, Fouad Saanadi.


Kasus per Kasus

Saanadi bekerjasama dengan para anggota tim untuk menganalisis setiap kasus baru. Tapi seringkali, ujarnya, agama memainkan peran sekunder. Sejumlah anak muda mengalami masalah psikologis; yang lainnya memiliki latar belakang yang bermasalah.

"Radikalisasi hanyalah gejala dari sebuah dunia yang kompleks dan terglobalisasi," ujar Saanadi. "Kita memiliki generasi-generasi yang sangat rapuh. Sekarang, mereka direkrut ISIS. Besok, mungkin ideologi yang lain lagi."

Tetap saja, "ideologi" itu saat ini telah merayu ratusan anak muda Perancis. Pihak berwenang di negara ini telah mengklasifikasi sekitar 15.000 orang sebagai ekstremis dan kemungkinan ancaman keamanan. Tujuh ratus jihadis Perancis lagi masih bertempur di Irak dan Suriah, dan 1.350 tersangka radikal ada di penjara-penjara Perancis, menurut perkiraan pemerintah, termasuk hampir 300 orang dengan kaitan langsung kepada jaringan-jaringan teroris.

Respon hukum dan ketertiban dari negara telah terbukti tidak efektif, kata para pengkritik.

Upaya awal untuk menciptakan unit-unit deradikalisasi khusus di beberapa penjara gagal bulan Oktober, karena menurut para pejabat hal itu malah berisiko meningkatkan ekstremisme, bukannya melawannya. Sebuah inisiatif sedang dijalankan untuk memangkas dan memisahkan radikal yang paling keras dari populasi penjara yang lebih luas.

Imam Fouad Saanadi berbicara dengan anggota tim CAPRI.

Dalam sebuah indikasi perubahan, Perancis telah membuka pusat deradikalisasi pertama dari selusin yang akan dibuka di seluruh negeri dalam bulan-bulan mendatang. Inisiatif ini merupakan sukarela dan para ahli mengatakan terlalu dini untuk menilai efektivitasnya.

Beberapa pihak khawatir fokus baru pada deradikalisasi ini menghasilkan badan-badan baru yang meragukan. Sejauh ini, sekitar 80 inisiatif telah muncul di seluruh negeri, menurut laporan-laporan media, dengan tingkat kredibilitas dan keberhasilan yang berbeda-beda.

"Hal ini telah menjadi pasar," ujar Tareq Oubrou, imam utama Bordeaux, yang juga merupakan bagian dari inisiatif CAPRI. "Semua orang telah menjadi spesialis deradikalisasi dalam sekejap."

Lebih mendasar lagi, menurut beberapa pihak, Perancis perlu memikirkan ulang pandangan-pandangan sekuler dan hubungannya yang berkonflik dengan Islam, yang telah mengumpani bentrokan atas isu-isu seperti jilbab dan burkini, dan membentuk caranya melawan ekstremisme.

"Saya kira jika kita ingin memiliki cara yang efisien dalam menanggulangi radikalisasi, dalam hal ini jihadisme, kita harus memperkenalkan agama ke publik," ujar sosiolog Khosrokhavar, yang mengkritik banyak inisiatif karena hanya menanggulangi aspek-aspek psikologis radikalisasi dan bukannya aspek ideologis.

"Mereka menjadi radikal atas nama agama. Mereka mengidentifikasi dengan versi radikal Islam, jadi kita tidak bisa menghindarinya," ujarnya.

Di Bordeaux, para anggota CAPRI memandang pendekatan inklusif program ini terhadap radikalisasi sebagai sebuah kekuatan.

Wakil Walikota Bordeaux, Marik Fetouh, yang juga juru bicara program CAPRI.

“Bagi anak-anak muda dan keluarganya, fakta kita melakukan ini dengan komunitas Muslim sangat positif," ujar Wakil Walikota Fetouh. "Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak mencampuradukkan Islam dan radikalisasi. Dan seringkali, ahli teologi menjadi penengah untuk menciptakan hubungan antara keluarga dan CAPRI."

Program ini telah menarik perhatian kota-kota lain, termasuk para pejabat dari Strasbourg dan Toulouse yang baru-baru ini mengunjungi kantor-kantor CAPRI.

"Kami banyak diminta dan ditanya bagaimana melakukan CAPRI di tempat lain," ujar Fetouh. "Tapi ini mungkin tidak mudah diduplikasi." [hd]