Duterte Ingin Kembali Terapkan Hukuman Mati di Filipina

Presiden terpilih Filipina, Rodrigo Duterte berbicara kepada media di Davao city, Filipina (foto: dok).

Presiden terpilih Filipina itu juga berencana menawarkan jabatan di kabinet kepada para pemberontak.

Presiden terpilih Filipina, Rodrigo Duterte ingin mengembalikan hukuman mati sebagai bentuk hukuman bagi kejahatan-kejahatan seperti perkosaan, perampokan, pembunuhan dan perdagangan narkoba.

Duterte hari Senin (16/5) mengatakan ia lebih memilih metode eksekusi hukuman mati dengan cara digantung, yang menurutnya lebih manusiawi.

“Pelaku kejahatan keji menggunakan senjata api yang memiliki ijin harus dihukum mati. Pelaku pemerkosaan dengan pembunuhan korban juga harus dihukum mati. Pelaku penculikan untuk uang tebusan dan pembunuhan korban juga harus dihukum mati. Pelaku perampokan dengan pembunuhan dan pemerkosaan, akan dihukum gantung dua kali. Ia akan digantung dulu, terus diadakan upacara untuk hukuman gantung kedua," ujar Duterte.

Duterte juga mengatakan akan mengijinkan polisi, dalam kasus-kasus tertentu, menembak mati tersangka, misalnya jika tersangka melawan untuk ditangkap.

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Chito Gascon mengatakan pihaknya menentang hukuman mati dan akan memblokir upaya apapun untuk

memberlakukannya, dan menambahkan bahwa konstitusi Filipina melarang hukuman yang kejam dan merendahkan seperti hukuman gantung.

Duterte memenangkan pemilu pekan lalu setelah dalam kampanyenya berjanji akan memberantas kejahatan pada enam bulan pertama kepemimpinannya.

Kelompok-kelompok HAM menuduhnya sebagai pihak yang membawahi pasukan eksekusi yang membunuh lebih dari 1.100 orang ketika ia menjabat sebagai walikota Davao.

Duterte juga mengatakan akan berupaya mengadakan perundingan dengan China untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan, dan mempertimbangkan untuk menawarkan jabatan kabinet kepada pemberontak komunis.

Dalam pidato pertamanya sejak terpilih 9 Mei lalu, yang disiarkan oleh televisi secara nasional, Duterte mengatakan akan melancarkan ofensif militer besar-besaran untuk menghancurkan ekstremis Abu Sayaf di Pulau Jolo, Filipina Selatan.

Pengumuman itu, yang sangat berbeda dengan kebijakan pemerintah saat ini, menggambarkan janji kampanyenya yang bernada sesumbar untuk menghapus kejahatan dan korupsi di negara miskin itu dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Pejabat-pejabat polisi mengatakan rencana itu tidak mungkin akan dapat diwujudkan, terbukti dengan masih tingginya angka kejahatan di kota Davao dimana Duterte menjabat sebagai walikota selama lebih dari 22 tahun.

Militer Filipina selama puluhan tahun telah memerangi pemberontak Marxist di pedalaman negara itu. Duterte mengatakan ia tampaknya akan menawarkan jabatan kabinet, yaitu di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, reformasi agraria, kesejahteraan sosial dan ketenagakerjaan, kepada pemberontak komunis. [em/ds]