DK PBB Sampaikan Keprihatinan Baru Soal Krisis Myanmar

Bendera PBB terlihat selama Sidang Umum PBB di markas besar PBB di New York City, New York, AS (Foto: Reuters)

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan pers yang menyatakan “keprihatinan mendalam'' tentang kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar, di mana pemerintah negara itu menggunakan kekuatan militer untuk mengatasi para penentangnya.

Pernyataan Dewan Keamanan ini muncul menyusul serangan besar-besaran militer Myanmar di barat laut negara itu, meski muncul peringatan bahwa situasi kemanusiaan di negara itu memburuk secara tajam.

Pernyataan pers itu memiliki bobot yang lebih ringan daripada resolusi resmi, dan dapat berfungsi sebagai cara untuk mencapai konsensus di antara para anggota Dewan Keamanan.

BACA JUGA: Junta Myanmar Tentang Tekanan Internasional, Tolak Suu Kyi Dikunjungi

Badan tersebut tampaknya sulit mengambil sikap yang lebih serius karena dua anggota tetapnya, Rusia dan China, menjalin hubungan hangat dengan pemerintah Myanmar saat ini.

Pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu (10/11) malam di New York itu mengatakan, Dewan Keamanan menegaskan pentingnya langkah-langkah untuk meningkatkan situasi kesehatan dan kemanusiaan di Myanmar, termasuk memfasilitasi pengiriman dan distribusi vaksin COVID-19 yang adil, aman dan tanpa hambatan.

Pernyataan itu juga menyerukan “akses kemanusiaan penuh, aman dan tanpa hambatan untuk semua orang yang membutuhkan, dan untuk perlindungan penuh, keselamatan dan keamanan personel kemanusiaan dan medis.”

Situasi keamanan di Myanmar, serta kesulitan yang dihadapi lembaga-lembaga bantuan dalam mendapatkan izin dari pemerintah untuk beroperasi di daerah-daerah terpencil, sangat membatasi aliran bantuan.

BACA JUGA: Sekjen PBB Tunjuk Utusan Baru untuk Myanmar

Senin lalu, kepala urusan kemanusiaan PBB mendesak para pemimpin militer Myanmar untuk memberikan akses tanpa hambatan ke lebih dari 3 juta orang yang membutuhkan bantuan penyelamatan jiwa karena meningkatnya konflik dan ketidakamanan, pandemi COVID-19 dan kondisi ekonomi yang buruk.

Martin Griffiths memperingatkan bahwa tanpa mengakhiri kekerasan dan mewujudkan resolusi damai, jumlah orang yang membutuhkan bantuan seperti ini akan meningkat.

Pernyataan baru dewan tersebut menegaskan kembali dukungan untuk transisi demokrasi Myanmar, dan juga menegaskan kembali seruan sebelumnya kepada militer untuk menahan diri sepenuhnya. [ab/uh]