Para Diplomat Kelompok Pendukung Suriah Bertemu di Wina

Para diplomat 17 negara anggota Kelompok Pendukung Suriah (ISSG) bertemu di Wina, Austria hari Selasa (17/5).

Perang saudara di Suriah yang sudah berlangsung selama lima tahun hari Selasa (17/5) menjadi pusat perhatian para diplomat di Wina.

Para diplomat 17 negara anggota Kelompok Pendukung Suriah (ISSG) bertemu untuk membahas kebuntuan perundingan politik, kesulitan-kesulitan dalam mempertahankan perjanjian gencatan senjata dan hasil yang tidak memadai dalam upaya PBB mengirim bantuan kemanusiaan.

Gencatan senjata yang diberlakukan akhir Februari lalu, menurunkan secara dramatis tingkat kekerasan secara keseluruhan di Suriah, tetapi kemajuan itu perlahan-lahan terkikis.

"Saat ini kita menciptakan kondisi untuk mematuhi gencatan senjata itu secara lebih baik," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeir, ketika memimpin pertemuan itu. Ia mengatakan tujuan lainnya adalah memulihkan kondisi di lapangan sehingga kelompok-kelompok oposisi bisa lebih berminat untuk ikut serta dalam perundingan politik.

Amerika dan Rusia berupaya memanfaatkan pengaruh mereka untuk meyakinkan pihak-pihak yang bersengketa untuk mempertahankan perjanjian itu, sementara juga mendukung perundingan damai yang sejauh ini baru membawa sedikit kemajuan. Kedua negara merupakan bagian dari ISSG. Tetapi Rusia telah mendukung rejim Suriah, sementara Amerika mendukung kelompok oposisi yang moderat.

Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov hari Senin (16/5) bertemu guna membahas krisis Suriah.

Kantor berita Rusia - Interfax - mengatakan kebutuhan untuk menutup rute pasokan "teroris" antara perbatasan Suriah dan Turki adalah salah satu isu yang dibahas.

PBB telah mendesak untuk menemukan penyelesaian politik yang bisa dirundingkan terhadap konflik yang sudah menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan lainnya mengungsi. ISSG harus terus mendesakkan pencapaian solusi politik komprehensif, ujar Perry Cammack, seorang analis Timur Tengah di Carnegie Endowment for International Peace.

"Harus ditegaskan bahwa tuntutan pengunduran diri Assad tidak bisa ditawar-tawar lagi," ujar Cammack.

Sementara itu Utusan Khusus PBB Untuk Suriah Staffan de Mistura mengisyaratkan bahwa ia akan menunggu pembicaraan hari Selasa sebelum menetapkan tanggal perundingan putaran berikutnya antara pemerintah Suriah dan kelompok oposisi.

Fokus pertemuan di Wina pada hari Senin adalah tentang Libya, dimana negara-negara adidaya mengatakan akan mendukung permintaan pemerintah baru negara itu untuk mencabut embargo senjata yang diberlakukan PBB. Langkah itu bisa membantu pemerintah melawan ancaman keamanan di dalam negeri dan sekaligus memerangi ISIS.

Libya telah terjebak dalam kerusuhan pasca tergulingnya Moammar Gadhafi yang diikuti pembunuhannya tahun 2011. [em/jm]