Demo Warnai Peringatan Hari HAM PBB di Thailand

Petugas polisi anti huru hara berjaga-jaga sementara seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi bereaksi terhadap bom asap saat berlangsungnya aksi unjuk rasa menuntut reformasi monarki dan pengunduran diri pemerintah di Bangkok, Thailand, 10 Desember 2020.

Para pengunjuk rasa prodemokrasi di Bangkok menandai Hari Hak Asasi Manusia PBB, yang jatuh pada hari Kamis (10/12), dengan menggelar demonstrasi yang menyerukan penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang ketat, yang belakangan ini dihidupkan kembali untuk menindak banyak pemimpin gerakan protes.

Vonis atas dakwaan terkait undang-undang yang dikenal sebagai lese majeste ini bisa berarti hukuman penjara hingga 15 tahun.

"Rakyat harus dapat dengan bebas mengevaluasi dan mengkritik setiap tindakan yang dilakukan oleh kerajaan. Tetapi undang-undang itu mencegahnya,” kata salah seorang pemimpin gerakan prodemokrasi, Benja Apan, dalam sebuah pernyataan yang mewakili gerakan itu pada sebuah konferensi pers.

“Mereka bergabung bersama untuk menuntut penghapusan ‘undang-undang kuno dan kejam ini,’” imbuhnya.

Aksi unjuk rasa pro-demokrasi menuntut pengunduran diri dan reformasi pada monarki pemerintah di Bangkok, Thailand, 10 Desember 2020. (REUTERS/Soe Zeya Tun)

Sekelompok demonstran terlihat berunjuk rasa di luar gedung PBB. Polisi dikerahkan untuk mencegah kemungkinan mereka bergerak menuju Istana Chitralada yang berada di dekatnya. Polisi juga menggunakan kontainer-kontainer besi yang besar dan berat untuk memblokir akses demonstran ke kediaman Raja Maha Vajiralongkorn itu.

Menjelang sore, kelompok itu bergabung dengan sebuah kelompok lainnya untuk berunjuk rasa di samping tugu peringatan bagi para demonstran yang tewas akibat tindakan keras pasukan keamanan pada 1973.

Selain Hari HAM PBB, Kamis adalah Hari Konstitusi di Thailand, satu alasan lain mengapa para demonstran berunjuk rasa pada hari itu.

Pengunjuk rasa pro-demokrasi berhadapan dengan polisi anti huru hara dalam aksi unjuk rasa menuntut reformasi monarki dan pengunduran diri pemerintah di Bangkok, Thailand 10 Desember 2020.

Mengubah konstitusi saat ini adalah salah satu tuntutan inti para demonstran, selain pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan reformasi besar-besaran kerajaan. Tuntutan terakhir inilah yang secara signifikan meningkatkan suhu politik di negara tersebut.

Gerakan protes yang dipimpin mahasiswa meyakini bahwa Raja dan institusi kerajaan terlalu kuat dan kaya namun tertutup. Mereka menuntut agar kerajaan transparan dan bisa diminta pertanggungjawabannya.

Tantangan berani gerakan prodemokrasi telah menghancurkan tabu terbesar di Thailand. Selama ini, kerajaan dipandang sebagai fondasi bangsa dan tidak bisa dikritik. Banyak generasi tua Thailand yang konservatif mencintai kerajaan tanpa syarat, dan memandang penentangan terhadap kerajaan sama saja dengan pengkhianatan terhadap negara. [ab/uh]