Capai 4,9 Persen, Inflasi di 19 Negara Pengguna Euro Pecah Rekor

  • Associated Press

Foto ilutrasi menunjukkan sebuah tangan yang memegang uang Euro yang baru ditarik dari sebuah mesin ATM di Athena, Yunani, pada 13 Juni 2012. (Foto: Reuters/Yannis Behrakis)

Harga-harga barang kebutuhan konsumen di 19 negara yang menggunakan mata uang euro naik pada tingkat yang memecahkan rekor, yang tampaknya merupakan akibat dari lonjakan besar biaya energi pada tahun ini.

Eurostat, badan statistik di Uni Eropa, pada Selasa (30/11) mengatakan tingkat inflasi tahunan negara-negara pengguna mata uang euro itu pada November lalu mencapai 4,9 persen. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi sejak dimulainya pencatatan ini pada tahun 1997, dan naik dibandingkan capaian pada bulan Oktober sebesar 4,1 persen, yang menjadi angka tertinggi sebelumnya.

BACA JUGA: Inflasi Meningkat di Negara-negara Besar Dunia

Sebagaimana negara lain, negara-negara pengguna mata uang euro yang terdiri dari 19 negara, termasuk Prancis dan Jerman, mengalami kenaikan harga yang besar akibat pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona dan kendala terkait rantai pasokan.

Di seluruh zona euro, dalam beberapa tahun ini inflasi berada di tingkat tertinggi, termasuk di Jerman, yang merupakan negara dengan tingkat perekonomian terbesar di Eropa, di mana tingkat inflasi tahunan mencapai angka 6 persen. Angka tersebut masih berada di bawah 6,2 persen yang tercatat pada hitungan terakhir di Amerika Serikat, lompatan terbesar dalam 12 bulan sejak tahun 1990.

Tingkat inflasi utama zona euro, yang tidak mencakup barang-barang yang berpotensi bergejolak seperti alkohol, energi, makanan dan tembakau, juga melesat pada November lalu, dari 2 persen menjadi 2,6 persen.

Dalam kondisi normal, kenaikan ini kemungkinan akan menambah tekanan terhadap Bank Sentral Eropa untuk mulai mempertimbangkan prospek menaikkan suku bunga utamanya dari rekor terendah nol persen. Bank Sentral berfungsi menetapkan kebijakan untuk memenuhi target inflasi sebesar 2 persen.

BACA JUGA: Belanja Thanksgiving Tahun ini Lebih Mahal bagi Warga AS

Namun varian baru virus corona yang ditemukan baru-baru ini telah memicu ketidakpastian atas prospek ekonomi global, dan akibatnya bank sentral di seluruh dunia diperkirakan akan menahan diri untuk mengumumkan perubahan kebijakan besar apapun dalam waktu dekat ini.

Jika varian baru virus corona ini mulai menimbulkan dampak pada tingkat pertumbuhan, maka harga-harga – seperti minyak – kemungkinan akan lebih rendah, mengurangi tingkat inflasi di seluruh dunia. [em/lt]