Antisipasi Semakin Meningkat Jelang KTT Trump-Kim

  • Michael Bowman

Presiden Trump (kanan) berbincang dengan Kim Yong Choi (kiri) mantan kepala intelijen dan orang terdekat pemimpin Korea Utara Kom Jong-un, seudai pertemuan di Gedung Putih, Washington D.C., 1 Juni 2018. (Foto: dok).

Perhatian di Washington kini tertuju pada Gedung Putih yang sedang bersiap-siap untuk pertemuan puncak bersejarah pekan depan antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.

Menurut laporan wartawan VOA Michael Bowman, pertemuan di Singapura yang oleh Trump dibatalkan bulan lalu itu kini direncanakan jadi berlangsung, memicu sejumlah besar spekulasi mengenai apa yang akan terjadi dan apa yang mungkin dihasilkan dari pertemuan puncak tersebut.

Akhir pekan lalu, Presiden Donald Trump bertemu dengan seorang utusan Korea Utara. Ia menerima sepucuk surat dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, dan mengukuhkan bahwa pertemuan puncak itu akan berlangsung sesuai rencana. Trump mengatakan, “Prosesnya akan dimulai pada 12 Juni di Singapura.”

Tetapi ini akan berlangsung dengan pengharapan yang terbatas.

Trump menegaskan, “Kita tidak akan datang dan menandatangani sesuatu pada 12 Juni, Kita tidak pernah, kita akan datang untuk memulai suatu proses. Dan saya sampaikan kepada mereka hari ini, supaya mereka jangan terburu-buru. Kita dapat bergerak cepat, kita juga dapat bergerak dengan lambat.”

Orang-orang yang berpengalaman dalam perundingan sebelumnya dengan Pyongyang mengeluarkan pendapat mereka. Di antaranya adalah Bill Richardson, mantan duta besar Amerika untuk PBB.

Richardson mengatakan dalam acara di stasiun televisi ABC This Week, “Bahayanya sekarang adalah acara ini akan menjadi kesempatan berfoto yang sangat besar. Walaupun demikian, kita sebaiknya menyelenggarakan pertemuan puncak itu. Kita akan tetap mendapatkan manfaat. Tapi apa yang dimaksud dengan sukses? Menurut saya sukses adalah sesuatu seperti membatasi penggunaan nuklir dan uji coba rudal, penghancuran senjata oleh Korea Utara.”

Pemerintahan Trump menentukan sikap mereka menjelang pertemuan puncak itu, seperti diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Jim Mattis.

“Kita akan terus menerapkan semua resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Korea Utara. Korea Utara akan menerima pelonggaran sanksi hanya jika negara itu menunjukkan langkah-langkah menuju denuklirisasi yang dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah lagi."

Mantan analis CIA, Sue Mi Terry (Foto: dok).

Perlu waktu bertahun-tahun untuk memastikan bahwa Korea Utara menepati janjinya, jelas para analis. Salah seorang di antaranya, mantan analis CIA Sue Mi Terry dalam acara di stasiun televisi ABC This Week mengemukakan, “Kita tidak tahu di mana semua senjata itu berada, berapa banyak yang mereka miliki, di mana senjata itu disembunyikan. Mereka memiliki ribuan terowongan tersembunyi. Jadi, proses verifikasinya akan sangat, sangat sulit dicapai. Jadi kita harus memiliki harapan yang realistis.”

Mantan duta besar Richardson menambahkan, orang Korea Utara adalah perunding yang tangguh dan akan menguji keterampilan Trump dalam membuat kesepakatan. Richardson menjelaskan, “Ia harus benar-benar siap. Kim Jong-un akan sangat siap. Ia tahu program nuklirnya dengan baik.”

Surat dari Kim, yang disampaikan dalam amplop besar, tidak diungkapkan isinya oleh Trump.

Sementara itu, kantor berita Korea Selatan Yonhap menyatakan tiga petinggi militer Korea Utara telah disingkirkan dan diganti dengan pejabat baru.

Mengutip sumber-sumber di dalam badan intelijen Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya, Yonhap menyebutkan para pemimpin baru itu adalah No Kwang Chol, yang menggantikan Pak Yong Sik sebagai menteri pertahanan, Ri Yong Gil, yang menjadi Kepala Staf Umum Tentara Rakyat Korea menggantikan Ri Myong Su, dan Jenderal AD Kim Su Gil sebagai pemimpin baru Biro Politik Umum Tentara Rakyat Korea, menggantikan Kim Jong Gak.

Sumber dari badan intelijen itu memberitahu Yonhap bahwa perubahan-perubahan tersebut dilakukan mengingat adanya dorongan baru ke arah peredaan ketegangan dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat, seraya menyatakan bahwa ketiga pemimpin terdahulu “tidak memiliki fleksibilitas dalam berpikir.”

Perubahan tersebut mungkin juga ditujukan untuk membuat militer yang sesuai dengan kemungkinan kesepakatan denuklirisasi antara Kim Jong-un dan Trump pada pertemuan mereka yang direncanakan berlangsung 12 Juni di Singapura. Akan tetapi seorang sumber intelijen lainnya mengatakan langkah itu juga mewakili pergantian generasi. [uh/lt]